25 December 2011

Joyeux Noël! ♥




Christmas is love in action. Every time we love, every time we give, it's Christmas.

It's Christmas every time you let God love others through you. It's Christmas every time you smile at your brother and offer him your hand

Christmas is not just a day, an event to be observed and speedily forgotten. It is a spirit which should permeate every part of our lives.

Happy Christmas to everyone. Be a candle, be a light, and spread love and happiness to the world. God bless :) ♥

19 December 2011

Surat Yang Tak Pernah Sampai



Suratku itu tidak akan pernah terkirim, karena sebenarnya aku hanya ingin berbicara pada diriku sendiri. Aku ingin berdiskusi dengan angin, dengan wangi sebelas tangkai sedap malam yang aku beli dari tukang bunga berwajah memelas, dengan nyamuk-nyamuk yang cari makan, dengan malam, dengan detik jam… tentang dia. .

Dia, yang tidak pernah aku mengerti. Dia, racun yang membunuhku perlahan. Dia, yang aku reka dan aku cipta.

Sebelah dariku menginginkan agar dia datang, membenciku hingga muak dia mendekati gila, menertawakan segala kebodohannya, kekhilafannya untuk sampai jatuh hati padaku, menyesalkan magis yang hadir naluriah setiap kali kami berjumpa. Akan aku kirimkan lagi tiket bioskop,bon restoran, sekua tulisannya-dari mulai nota sebaris sampai doa berbait-bait. Dan beceklah pipinya karena geli, karena asap dan abu dari benda-benda yang ia hanguskan-bukti-bukti bahwa kami pernah saling tergila-gila-berterbangan masuk ke matanya. Semoga ia pergi dan tak pernah menoleh lagi. Hidupku, hidupnya, pasti akan lebih mudah.

Tapi, sebelah dari aku menginginkan agar dia datang,menjemputku, mengamini kami, dan untuk kesekian kali, jatuh hati lagi, segila-gilanya, sampai batas gila dan waras pupus dalam kesadaran murni akan Cinta. Kemudian mendamparkan dirilah kami di sebuah alam tak dikenal untuk membaca ulang semua kalimat, mengenang setiap inci perjalanan, perjuangan, dan ketabahan hati. Betapa sebelah dariku percaya bahwa setetes air mata pun akan terhitung, tak ada yang mengalir mubazir,segalanya pasti bermuara di satu samudra tak terbatas, lautan merdeka yang bersanding sejajar dengan cakrawala, dan itulah tujuan kami.

Kalau saja hidup tidak ber-evolusi, kalau saja sebuah momen dapat selamanya menjadi fosil tanpa terganggu, kalau saja kekuatan kosmik mampu stagnan di satu titik maka… tanpa ragu aku akan memilih satu detik bersamanya untuk diabadikan. Cukup satu.

Satu detik yang segenap keberadaannya dipersembahkan untuk bersamaku, dan bukan dengan ribuan hal lain yang menanti untuk dilirik pada detik berikutnya. Betapa aku rela membatu untuk itu.

Tapi, hidup ini cair. Semesta ini bergerak. Realitas berubah. Seluruh simpul dari kesadaran kita berkembang mekar. Hidup akan mengikis apa saja yang memilih diam, memaksa kita untuk mengikuti arus agungnya yang jujur tetapi penuh rahasia. Aku, tidak terkecuali.

Aku takut.

Aku takut karena ingin jujur. Dan kejujuran menyudutkanku untuk mengakui aku mulai ragu.

Dialah bagian terbesar dalam hidupku, tapi aku cemas. Kata ‘sejarah’ mulai menggantung hari-hari di atas sana. Sejarah kami. Konsep itu menakutkan sekali.

Sejarah memiliki tampuk istimewa dalam hidup manusia, tapi tidak lagi melekat utuh pada realitas. Sejarah seperti awan yang tampak padat berisi tapi ketika disentuh menjadi embun yang rapuh.

Skenario perjalanan kami mengharuskanku untuk sering menyejarahkannya, merekamnya, lalu memainkannya ulang di kepalaku sebagai Sang Kekasih Impian, Sang Tujuan, Sang Inspirasi bagi segala mahakarya yang termuntahkan ke dunia. Sementara dalam setiap detik yang berjalan, kami seperti musafir yang tersesat di padang. Berjalan dengan kompas masing-masing, tanpa ada usaha saling mencocokkan. Sesekali kami bertemu, berusaha saling toleransi atas nama Cinta dan Perjuangan yang Tidak Boleh Sia-sia. Aku sudah membayar mahal untuk perjalanan ini. Aku pertaruhkan segalanya demi apa yang aku rasa benar. Dan mencintainya menjadi kebenaran tertinggiku.

Lama baru aku menyadari bahwa Pengalaman merupakan bagian tak terpisahkan dari hubungan yang diikat oleh seutas perasaan mutual.

Lama bagi aku untuk berani menoleh ke belakang, menghitung, berapa banyakkah pengalaman nyata yang kami alami bersama?

Sebuah hubungan yang dibiarkan tumbuh tanpa keteraturan akan menjadi hantu yang tidak menjejak bumi, dan alasan cinta yang tadinya diagungkan bisa berubah menjadi utang moral, investasi waktu, perasaan, serta perdagangan kalkulatif antara dua pihak.

Cinta butuh dipelihara. Bahwa di dalam sepak-terjangnya yang serba mengejutkan, cinta ternyata masih butuh mekanisme agar mampu bertahan.

Cinta jangan selalu ditempatkan sebagai iming-iming besar, atau seperti ranjau yang tahu-tahu meledakkanku, entah kapan dan kenapa. Cinta yang sudah dipilih sebaiknya diikutkan di setiap langkah kaki, merekatkan jemari, dan berjalanlah kami bergandengan… karena cinta adalah mengalami.

Cinta tidak hanya pikiran dan kenangan. Lebih besar, cinta adalah dia dan aku. Interaksi. Perkembangan dua manusia yang terpantau agar tetap harmonis. Karena cinta pun hidup dan bukan cuma maskot untuk disembah sujud.

Aku ingin berhenti memencet tombol tunda. Aku ingin berhenti menyumbat denyut alami hidup dan membiarkannya bergulir tanpa beban.

Dan aku tahu, itulah yang tidak bisa dia berikan kini.

Hingga akhirnya…

Di meja itu, aku dikelilingi tulisan tangannya yang tersisa (aku baru sadar betapa tidak adilnya ini semua. Kenapa harus aku yang kebagian tugas dokumentasi dan arsip, sehingga cuma akulah yang tersiksa?)

Jangan heran kalau aku menangis sejadi-jadinya.

Dia, yang tidak pernah menyimpan gambar rupaku, pasti tidak tahu apa rasanya menatap lekat-lekat satu sosok, membayangkan rasa sentuh dari helai rambut yang polos tanpa busa pengeras, rasa hangat uap tubuh yang aku hafal betul temperaturnya.

Dan aku hanya bisa berbagi kesedihan itu, ketidakrelaan itu, kelemahan itu, dengan wangi bunga yang melangu, dengan nyamuk-nyamuk yang putus asa, dengan malam yang pasrah digusur pagi, dengan detik jam dinding yang gagu karena habis daya.

Sampai pada halaman kedua suratku, aku yakin dia akan paham, atau setidaknya setengah memahami, betapa sulitnya perpisahan yang dilakukan sendirian.

Tidak ada sepasang mata lain yang mampu meyakinkanku bahwa ini memang sudah usai. Tidak ada kata, peluk, cium, atau langkah kaki beranjak pergi, yang mampu menjadi penanda dramatis bahwa sebuah akhir telah diputuskan bersama.

Atau sebaliknya, tidak ada sergahan yang membuatku berubah pikiran, tidak ada kata ‘jangan’ yang kungkin, apabila diucapkan dan ditindakkan dengan tepat, akan membuatku menghambur kembali dan tak mau pergi lagi.

Aku pun tersadar, itulah perpisahan paling sepi yang pernah aku alami.

Ketika surat itu tiba di titiknya yang terakhir, masih akan ada sejumput aku yang bertengger tak mau pergi dari perbatasan usai dan tidak usai. Bagian dari diriku yang merasa paling bertanggung jawab atas semua yang sudah kami bayarkan bersama demi mengalami perjalanan hati sedahsyat itu. Diriku yang mini, tapi keras kepala, memilih untuk tidak ikut pergi bersama yang lain, menetap untuk terus menemani sejarah. Dan karena waktu semakin larut, tenagaku pun sudah menyurut, maka aku akan membiarkan si kecil itu bertahan semaunya.

Mungkin, suatu saat, apabila sekelumit diriku itu mulai kesepian dan bosan, ia akan berteriak-teriak ingin pulang. Dan aku akan menjemputnya, lalu membiarkan sejarah membentengi dirinya dengan tembok tebal yang tak lagi bisa ditembus. Atau mungkin, ketika sebuah keajaiban mampu menguak kekeruhan ini, jadilah ia semacam mercusuar, kompas, Bintang Selatan… yang menunjukkan jalan pulang bagi hatiku untuk, akhirnya, menemukanmu.

***

Rindu itu candu. Begitu juga dengan kamu.

from Dee Lestari's Filosofi Kopi.

13 December 2011

Suara-Suara di Tengah Malam


Note: Kebetulan lagi ngobrak-abrik laci lemari, dan menemukan tulisan jaman kelas 3 SMA. Hahaha enjoy it :p.

***

Belakangan ini topik “hantu” jadi gossip hot di sekolah. Ini semua gara-gara Babe yang cerita-cerita pas teori olahraga. Seru sih. Cuma gue agak terganggu juga. Soalnya gue sering mengalami kejadian-kejadian itu di rumah. Waaaw

Seminggu ini gue sering bangun di tengah malam. Nggak pas jam 12. Kadang jam 1, kadang jam 2. SELALU BEGITU. Pasalnya, setiap gue bangun, pintu kamar gue pasti terbuka sedikiit dan langsung menghadap lorong ke bagian belakang. Nggak tau nyokap gue yang buka atau gimana. Cuma gue yakin banget, gue selalu nutup pintu kalo mau tidur. Alasan gue bangun selalu aneh. Pernah gue mimpi dikejar setan yang serem banget. Pernah gue kebangun karena bunyi hp (padahal hpnya jauh. Apa hubungannya?). Pernah juga karena ada yang bangunin (yang nggak keliatan gitu). Alasan terakhir ini yang bikin gue merinding disko. Si ehem ini membangunkan gue karena gue disuruh belajar. Lah? Alasan yang aneh. 

Pernah pas gue setengah melek, ada yang buka pintu kamar gue trus kaya bangunin gitu. ”BANGUN! AYO BELAJAR!” gitu katanya. Nggak tau siapa. Tapi udah familiar banget sama orang ups ehem itu. Dan kalo gue nggak belajar, besoknya bakal dibangunin lagi. wawawawawa !!

Pernah juga pas gue terbangun, ternyata ada IM masuk ke HP gue. YM gue emang selalu aktif 24 jam, termasuk saat gue tidur. Dan gue pake sistem SMS. Jadi tu IM masuknya kaya SMS gitu. Kalo mau nyoba, silahkan pake YMnya 3. Ada 2 cara yang bisa dipilih. YM via sms atau via GPRS ~ which means harus install dulu. Lah, kok malah promosi? Mari kita kembali ke cerita, saudara-saudara.

Jadi waktu itu ada IM dari salah satu temen chat gue. Nggak usah disebutin namanya. Pas gue reply, ternyata dia online. Jadilah gue terbangun dan YMan sama dia.

Nggak ada angin tapi ujan deres, kita cerita masalah hantu. Itu masih jam 1 dini hari dan itu saat yang sangat sangat sangat tepat untuk bercerita masalah ituan. Cerita diawali dengan pocong, trus benda-benda yang ‘idup-mati’, dan akhirnya tibalah pada cerita yang paling yahud.

Kata dia, di Kaliurang ada sebuah villa yang angker. Disitu ada noni Belanda yang bunuh diri. Ceritanya dia jatuh cinta sama seorang pemuda pribumi. Tapi emak sama babenya nggak setuju. Yah, akhirnya dia bunuh diri deh. Cewek hantu itu sukanya jalan-jalan ke loteng. Kadang-kadang suka datengin orang-orang yang nginep disana. Pake dress putih dan of course she’s pretty. Namanya Laura.

Begitu denger cerita itu, gue langsung deg-degan gila dan merinding disko abis. Pasalnya GUE PERNAH NGINEP DI VILLA ITU. Waktu kecil sih. TK kalo nggak salah. Waktu itu temen kantor nyokap gue ulangtaun dan ngadain acara inap-menginap di sebuah villa di Kaliurang (yang ternyata adalah villanya Laura). Waktu itu anak kecilnya nggak banyak sih, cuma ada beberapa. Pas sampai disana, udah malem gitu. Sekitar jam 12an. Anak-anak kecil lain udah pada tidur. Sementara gue, yang waktu itu kebangun, sendirian di kamar. Para orangtua lagi nonton bola di bawah sambil ngopi-ngopi. Gue kan bosen gila tuh, akhirnya gue keluar kamar dan berjalan melewati lorong ke bawah.

JENG JENG JENG JENG
KAU TAHU APA YANG TERJADI ?

Gue ketemu seorang anak kecil. Sebaya sama gue. CAAAANNNTIIIIKK banget! Kayak boneka barbie. Matanya biru. Rambutnya ikal. Pake dress putih kayak punyanya princess-princess Disney. Pengeeen banget gue punya dress kayak gitu. Dan dia bule. Nggak tau asalnya dari mana, tau-tau dia nongol dari tangga.

Dia : Hai ! Kamu mau kemana ?
Gue : Mau ke bawah. Mamaku disana.
Dia : Ohh. Kok kamu nggak tidur ?
Gue : Enggak. Aku nggak ngantuk. Kamu sendiri mau kemana ?
Dia : Aku mau ke kamar (dia menunjuk lorong yang belakangan gue tau kalo itu lorong menuju loteng).
Gue : Kamu siapa? Kok tadi aku nggak liat?
Dia : Aku barusan datang. Namamu siapa?
Gue : Chicha ( gue mengulurkan tangan )
Saudara-saudara, tebak namanya siapaaa ..
Dia : LAURA (membalas uluran tangan gue)
Gue : Waaah, kayak yang di buku ! (buku Little House on The Big Woods, fyi)
Dia ketawa.
Dia : Iya. Eh, kamu nggak usah takut disini ya. Ada aku kok yang nemenin kamu.
Gue : Iya. Udah ya. Aku mau ke bawah dulu. 
Dia : Iya. Dadah !

Gue lari menuruni tangga dan gue nggak pernah nengok ke belakang. Besoknya gue udah nggak inget apa-apa tentang Laura. Sampai malam itu, waktu gue chat sama temen gue. Gue baru nyadar kalo yang dulu kenalan sama gue itu ehm Laura si noni Belanda yang bunuh diri. Oh my goat dragon, gue langsung nutup badan gue pake selimut, ambil rosario dan berdoa buat Laura, semoga dia tenang disana. Belakangan, setelah temen gue off (sekitar jam 4an), gue memutuskan untuk melanjutkan tidur gue. Dan gue mimpi tentang Laura. Dia berjalan menaiki tangga sebuah rumah yang baguuus banget. Kayak rumah-rumah Belanda gitu. Dan dia ketawa bahagia. 

Laura, semoga kamu tenang disana.

08 December 2011

Karena Isyarat Adalah Bahasa Hati Yang Terlupa


"Aku sampai di bagian bahwa aku telah jatuh cinta. Namun orang itu hanya dapat kugapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang hadir sekelebat bagai bintang jatuh yang lenyap keluar dari bingkai mata sebelum tangan ini sanggup mengejar. Seseorang yang hanya bisa kukirimi isyarat sehalus udara, langit, awan, atau hujan"(Dewi Lestari, Hanya Isyarat)



Sepertinya isyarat itu tidak pernah sampai padamu ya?
Buktinya, saya sudah ngos-ngosan seperti ini, tapi kamu tetap bergeming.
Sekarang pertanyaan saya, cuma kamu yang bergeming, atau hatimu juga ikut bergeming?

"Bagaimana kita bisa tahu,
kapan waktunya untuk menyerah
dan kapan waktunya untuk bertahan?"

Saya tidak tahu. Benar-benar tidak tahu.
Karena itu tolong beritahu saya.
Karena saya hanya ingin ritme hati saya kembali seperti semula.

06 December 2011

Heartbeat




Can you feel my heartbeat? The heart that you’ve stomped on is still beating towards you. No matter how hard I try, no matter how many new people I meet, again and again, why do I turn around and think of you? I’m going to stop, I want to stop. Although I calm and calm myself again, it’s no use.

Why am I still doing these stupid things? My mind seems to understand, but why my heart is still acting on its own? I grabbed you and I still can’t let go. It still seems like you’re by my side, I can’t believe we’ve had a goodbye.

No matter whom I meet, I can’t open a part of my heart. I keep leaving a space for you. This is not a reason for you to come back, but my heart keeps believing that you might come back. Why won’t it listen?

02 December 2011

Spasi


Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda?
Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?
Bukankah kita baru bisa bergerak bila ada jarak?
Dan saling menyayang bila ada ruang?
Kasih sayang akan membawa dua orang semakin berdekatan, tapi ia tak ingin mencekik, jadi ulurlah tali itu.
Napas akan melega dengan sepasang paru-paru yang tak dibagi.
Darah mengalir deras dengan jantung yang tidak dipakai dua kali.
Jiwa tidaklah dibelah, tapi bersua dengan jiwa lain yang searah.
Jadi, jangan lumpuhkan aku dengan mengatasnamakan kasih sayang.
Mari berkelana dengan rapat tapi tak dibebat.
Janganlah saling membendung apabila tak ingin tersandung.
Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat..
karena aku ingin seiring dan bukan digiring.

(Dewi Lestari)