24 September 2013

Gunung Api Purba Nglanggeran: Tales Of An Ancient Age


Source: www.seribubintang.com

Cantik ya? Ternyata bukan cuma saya yang terkagum-kagum ngeliat indahnya gunung api purba ini. Dari kejauhan ia kelihatan tinggi menjulang dan berwarna  kemerahan terkena sinar matahari. Saya sudah membayangkan, kalau dari luar saja sudah wow begini, pasti di puncak jauh lebih jebret cetar membahana. Keinginan buat camping disana sebenernya udah cukup lama terpendam. Tapi baru kesampaian kemarin jumat. Dan WOW!! Saya harus mengakui kalau Gunung Api Purba Nglanggeran benar-benar jebret!! 

Sudah sejak tahun lalu saya kenalan dengan Nglanggeran. Waktu jaman KKN - kebetulan banget lokasi KKN saya cuma di bawah Nglanggeran, sekitar 10 menit dari Nglanggeran - setiap kali saya turun ke Jogja pasti lewat Nglanggeran. Begitu juga pas balik ke pondokan. Pemandangan Nglanggeran ketika diterpa matahari senja tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Aduhai cantik dan menawan.

Sebenernya rencana untuk camping di Nglanggeran sudah tersusun rapi sejak tiga minggu yang lalu. Semua peralatan kemah udah disiapkan. Udah pinjem sleeping bag, tenda, beserta kompor portablenya. Pokoknya all is set dan tinggal cuss aja. Tapi oh ternyata manusia cuma bisa berencana dan kesibukanlah yang bikin rencana itu gagal. Tiga minggu mundur dari rencana, akhirnya kemarin jadi juga kesana. Horeee!!

Gunung Api Purba Nglanggeran adalah sebuah gunung api purba yang sudah tidak aktif lagi. Umurnya sekitar 60 juta tahun. Gunung ini terletak di Kawasan Baturagung, bagian utara Kabupaten Gunung Kidul pada ketinggian sekitar 200-700 mdpl. Lumayan tinggi ya. Koordinat GPS (lokasi): S7°50'28" E110°32'29". Suhu udara Nglanggeran rata-rata 23°C - 27°C. Lumayan dingin sih, jadi kalau mau kesana pada malam hari mending bawa jaket yang tebal. Lokasi berjarak tempuh 20 km dari kota Wonosari dan 25 km dari kota Yogyakarta.

Akses ke Nglanggeran relatif gampang. Ada dua jalur buat kesana. Yang pertama adalah jalur naga (I named it by myself hihihi) karena jalur yang ini lebih panjang kalau dibandingkan sama jalur yang satunya. Kalau dari Jogja, bisa menyusuri Jalan Raya Wonosari, melewati Bukit Bintang, lalu sehabis Radio GCD FM belok kiri (kalau nggak salah ada plangnya sih. Coba dilihat). Ikutin aja jalannya yang panjang dan berkelok-kelok. Melewati desa, kebun coklat, dan tower-tower TV. Nglanggeran akan terlihat menjulang tinggi. Jauhnya akan terbayar dengan pemandangan sawah dan gunung yang cantik. Kalau lewat jalur naga ini nilai positifnya adalah bebas asap kendaraan bermotor. Serius deh, lewat Jalan Wonosari itu rasanya kayak masuk ke tanki pengasapan. Asap tebal dan hitam bikin pernafasan nggak enak.

Jalur yang kedua adalah jalur semut (lagi-lagi ngarang nama sendiri). Jalur yang ini lebih cepet dari jalur yang pertama. Jalannya sih lurus-lurus aja. Dari Bukit Bintang, ikutin aja terus Jalan Raya Wonosari, nggak pakai belok-belok, sampai Bunderan Sambipitu. Dari bunderan itu, belok ke kiri (kayaknya sih ada plangnya juga). Lurus terus ngikutin jalan. Pokoknya nggak pakai belok-belok nanti bakalan sampai di Nglanggeran. Kalau jalur yang ini sih tanjakannya lumayan aduhai. Jadi pastikan kendaraan dalam kondisi yang oke ya. Tapi kalau saya sih lebih milih jalur naga aja. Walaupun panjang dan lama, tapi lebih enak dan nyaman.


Kawasan Nglanggeran konon katanya adalah kawasan yang litologinya disusun oleh material vulkanik tua. Bentang alamnya secara geologi sangat unik dan bernilai ilmiah tinggi. Menurut beberapa referensi, Gunung Nglanggeran ini dinyatakan sebagai gunung api purba. Bahkan umurnya jauh lebih tua dari umur Gunung Merapi lho. Gunung Nglanggeran terbagi menjadi beberapa bagian (tempat khusus) dan berada di satu kawasan, yaitu: Gunung Kelir, Sumber Air Comberan, Gunung Gedhe, Gunung Bongos, Gunung Blencong, Gunung Buchu, Tlogo Wungu, Tlogo Mardhido, Talang Kencono, Pamean Gadhung dan juga terdapat Kawah Merapi Purba. Gunung yang litologinya tersusun oleh fragmen material vulkanik tua ini memiliki dua puncak yakni puncak barat dan puncak timur, serta sebuah kaldera ditengahnya. Saat ini Gunung Nglanggeran berupa deretan gunung batu raksasa dengan pemandangan eksotik serta bentuk dan nama yang unik dengan beragam cerita rakyat sebagai pengiringnya. Gunung-gunung tersebut biasanya dinamakan sesuai dengan bentuknya, seperti Gunung 5 Jari, Gunung Kelir, dan Gunung Wayang.  Menurut warga Dusun Tlogo Mardidho yang ada di Puncak Nglanggeran hanya boleh dihuni oleh 7 kepala keluarga. Jika kepala keluarga yang tinggal di dusun ini kurang atau lebih maka akan terjadi hal-hal buruk yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, jika anak-anak mereka sudah berkeluarga maka keluarga baru tersebut harus meninggalkan Dusun Tlogo Mardhido.

Untuk dapat masuk (naik) ke Nglanggeran, pengunjung harus membayar tiket masuk sebesar Rp 5.000,00 saja. Untuk yang akan kemping, uang yang harus dikeluarkan sebesar Rp 7.000,00. Tiket belum termasuk biaya parkir (sekitar Rp 2.000,00). Harga yang relatif murah ya, apalagi pemandangan yang didapat aduhai indahnya. 

Source: Detik Travel

Pesan sponsor



Mengawali pendakian, ada bangunan Joglo (Pendopo Joglo Kalisong) di pintu masuk, dan nantinya bakal ada tiga bangunan gardu pandang sederhana dari ketinggian yang rendah, sedang sampai puncak gunung. Perjalanan menuju puncak Nglanggeran bukan perjalanan yang mudah. Medannya lumayan terjal dan menanjak. Beberapa kali saya dan teman-teman harus melewati celah sempit dan terjal. Kami juga harus melewati tangga kayu yang terletak persis di tengah dua batu besar. Pada bagian tertentu terdapat jalur pendakian yang sangat sempit. Hal ini dikarenakan jalur pendakian tersebut berada di himpitan batuan. Sehingga tidak semua orang bisa melalui jalur pendakian tersebut, hanya orang-orang yang berbadan kurus yang bisa melewatinya. Untuk orang yang memiliki badan yang cukup gemuk akan kesulitan melewatinya, sebab jarak himpitan atau celah batu tersebut lebih kurang setengah meter atau tigaperempat meter. Panjang jalur celah sempit bantuan tersebut lebih kurang 5 meter dan setelah itu kembali ke jalur biasa layaknya jalur pendakian sebelum masuk ke jalur sempit tersebut. Benar-benar pengalaman yang tidak terlupakan. Bahkan saya hampir mau pingsan (hampiiiirrrr) karena tidak terbiasa dengan medan. Maklum saya malas berolahraga hihihi. Tapi pemandangan yang didapat di atas sungguh indah. Jadi begini rasanya jadi pendaki ya. Harus bersusah-susah dulu di awal untuk mendapatkan sesuatu yang indah. 

Salah satu objek yang menarik dari Gunung Nglanggeran adalah Sumber Mata Air Comberan. Menurut warga sekitar di sumber air ini terdapat larangan bagi wanita yang sedang menstruasi tidak boleh mengunjungi sumber mata air comberan. Air di Sumber Comberan diyakini dapat membuat awet muda jika digunakan untuk mencuci muka. Setelah pendakian yang memakan waktu 1 hingga 1,5 jam, Anda akan tiba di puncak barat Gunung Nglanggeran, Gunung Gede. Pemandangan indah yang memanjakan mata pun menyambut. Sejauh mata memandang yang terlihat hamparan awan di ketinggian, jajaran gunung batu dengan bentuk yang unik, perkampungan warga, serta hijaunya sawah dan ladang. Saat senja menjelang, Kota Jogja akan terlihat laksana lautan kunang-kunang. Taburan cahaya bintang dan gemerlap lampu kota yang terlihat dari kejauhan menjadi pemandangan romantis bagi siapa saja yang berkemah di gunung ini. 

Kami berkemah selama semalam. Cuaca cukup dingin dan mendung datang silih berganti. Padahal hari itu purnama sedang cantik-cantiknya dan pas berada di tengah. Tidak ada bintang-bintang yang menghias langit. Sedikit kecewa tapi gapapa lah. Semua terbayar dengan cantiknya si gunung purba ini. Dari atas gunung, pemandangan cantik di bawah kelihatan seperti permadani hijau. Kalau kita memandang ke bawah, kita bisa melihat ladang, kebun, dan tower-tower pemancar televisi yang jumlahnya cukup banyak.






Nama Nglanggeran konon berasal dari kata planggaran yang bermakna setiap perilaku jahat pasti ketahuan. Ada pula yang menuturkan, nama bukit berketinggian 700 meter di atas permukaan laut ini dengan kata langgeng artinya desa yang aman dan tentram. Selain sebutan tersebut, gunung yang tersusun dari banyak bebatuan ini dikenal dengan nama Gunung Wayang karena terdapat gunung/bebatuan yang menyerupai tokoh pewayangan. Menurut kepercayaan adat jawa Gunung Nglanggeran dijaga oleh Kyi Ongko Wijaya dan Punakawan. Punakawan dalam tokoh pewayangan tersebut, yakni Semar, Gareng, Petruk, serta Bagong. Kepercayaan lain menyebutkan bahwa Gunung Nglanggeran sebagai Gunung Wahyu karena gunung tersebut diyakini sebagai sarana meditasi memperoleh wahyu dari Tuhan Yang Maha Esa. Air dari gunung Nglanggeran sering diambil abdi dalem dari Kraton Yogyakarta sebagai sarana mohon ketentraman dan keselamatan semua masyarakat DIY. Tak heran, sebagian orang masih mengeramatkan gunung tersebut. Pada malam tahun baru Jawa atau Jumat Kliwon, beberapa orang memilih semedi di puncak gunung ini.



Semalam di Nglanggeran rasanya tidak cukup. Enggan sekali meninggalkan indahnya tempat ini. Masih banyak lokasi yang belum dijelajahi. Kapan-kapan saya harus kesini. Lagi dan lagi! :)



Tales Of An Ancient Age
Yogyakarta 20-21 September 2013,
Franseska Chicha

10 September 2013

The Storm


 "Kadang-kadang nasib ibarat badai pasir kecil yang terus menerus berubah arah. Kau mengubah arahmu tetapi badai pasir itu terus mengejarmu. Kau berbalik, badai itu tetap mengikutimu. Kau melakukan hal yang sama terus menerus, seakan menari-nari dengan kematian menjelang fajar. Mengapa? Karena badai ini bukanlah sesuatu yang bertiup dari kejauhan. Bukan sesuatu yang tidak ada hubungannya denganmu. Badai ini adalah dirimu sendiri. Sesuatu yang ada dalam dirimu. Jadi yang dapat kau lakukan hanyalah menyerah, masuk ke dalam badai itu, menutup mata serta telingamu, sehingga pasirnya tidak dapat masuk, lantas berjalan melewatinya langkah demi langkah. Tidak ada matahari, tidak ada bulan, tidak ada petunjuk, tidak ada waktu. Hanya pasir putih yang berputar-putar naik ke angkasa laiknya tulang-belulang yang hancur lebur. Itulah badai pasir yang mesti kau bayangkan."

"Dan kau benar-benar harus mampu melewati badai yang hebat itu. Tak peduli berapapun hebatnya badai itu, jangan sampai salah: ia akan sanggup menembus tubuhmu seperti seribu silet tajam. Orang-orang akan berdarah, dan kau pun akan berdarah. Darah yang merah dan panas. Kau akan mengusap darah itu dengan kedua tanganmu, darahmu sendiri dan darah orang lain. Dan begitu badai berenti, kau tidak akan ingat bagaimana kau telah melewatinya, bagaimana pula kau mampu bertahan. Malahan sebenarnya kau tak yakin badai itu sudah benar-benar berhenti. Tapi satu hal yang pasti, setelah kau berhasil keluar dari badai itu, kau tidak bakal menjadi orang yang sama. Itulah tujuan dari badai tersebut."

(Kafka On The Shore - Haruki Murakami) 

 
 
 


05 September 2013

Perfect Selfishness


"...I'm looking for selfishness. Perfect selfishness. Like, say, I tell you I want to eat strawberry shortcake. And you stop everything you're doing and run out and buy it for me. And you come back out of breath and get down on your knees and hold this strawberry shortcake out to me. And I say I don't want it anymore and throw it out the window. That's what I'm looking for"
"I'm not sure that has anything to do with love," I said with some amazement.
"It does," she said. "You just don't know it. There are times in a girl's life when things like that are incredibly important."
"Thinks like growing strawberry shortcake out the window?"
"Exactly. And when I do it, I want the man to apologize to me. 'Now I see, Midori. What a fool I've been! I should have known that you would lose your desire for strawberry shortcake. I have all the intelligence and sensitivity of a piece of donkey shit. To make it up to you, I'll go out and buy you something else. What would you like? Chocolate mousse? Cheesecake?'"
"So then what?"
"So then I'd give him all the love he deserves for what he's done."
"Sounds crazy to me."
"Well, to me, that's what love is. Not that anyone can understand me, though." Midori gave her head a little shake against my shoulder. "For a certain kind of person, love begins from something tiny or silly. From something like that or it doesn't begin at all."



-from Haruki Murakami's Norwegian Wood-

04 September 2013

September Lullaby


I met you in the city of the fall
One September night
We sat down on the table near the wall
Where conversation flows

I wonder if I could stay for a while, you see
Its been a while since I felt this way
But, we both now time is closing in
Till I’ll be gone
You’ll be too
On that night I saw you walked away
(On that night I let you walked away)

I left you in the city of the lights
That breeze September night
We walk down the road to the end
I wished the time stood still


Photo: Alfon Darmawan
Words: Lyric by Adhitia Sofyan - September

02 September 2013

Hello September


Month of August is already over. Starts of the month of September. Wow, how time flies so fast, seems a month was over in just a snap.

September is already here. Ber month is already started wherein in fee months Christmas is here. Looking forward for something great this month could offer. Hoping for something better this month in-store for everyone of us. 

As of the moment, the start of September here seems to be fine so far. The weather is fine and nice, the sun is up in the sky so bright but not so hot. Nice weather to walk, to wash clothes which I plan to do today, just fine enough to do things outside. 

Have a great September you all. Let's enjoy the bubbling