30 June 2011

Titik Balik

pelan pelan kita kaburkan jejak
sesuatu yang belum kita yakini
sebagai bukti bahwa kita saling melukai

kita paham, bahwa kita bukan kekasih yang saling setia
karena cinta bagi kita
hanya sebuah sketsa belaka

entah sebuah kebohongan
entah kebenaran yang ditutup tutupi
dalam diam kita saling merindukan
apa yang tak seharusnya dirindukan
dan berdoa dalam hati
amat panjang

‘kita harus berbesar hati, luka adalah jalan, bukan pilihan’ katamu.
lalu kita kembali pada siapa diri kita
saling melupakan

25 May 2011

Dear Hujan

Dear, Hujan.

Hujan, bagaimana kabarmu? Baik baik saja bukan? Harimu masih menyenangkan bukan? Sahabat sahabat masih menyayangimu. Jesus masih menyayangimu. Aku masih menyayangimu. Ya, aku tahu itu.

Hujan, sebelumnya aku minta maaf jika baru kali ini aku tulis surat lagi untukmu. Bukan karena aku dikalahkan oleh waktu, tapi rasa ragu kadang adalah teman setia bagiku.

Hujan, jika kau bertanya bagaimana kabar aku dan keadaanku disini, maka akan kujawab; disini masih sama seperti dulu. Matahari masih terbit dari timur, hujan masih suka datang terburu-buru, dan aku masih suka merindukanmu. Persis seperti dulu.

Hujan, meski kita hampir setiap hari bertemu di garis waktu, tapi rindu itu tak mau tahu. Rindu sudah tahu, bahwa wujudmu dalam layar persegi empat itu cuma maya, bukan nyata. Ya, rindu memang sekarang lebih pintar dari kita. Tak bisa dibohongi lagi seperti dulu.

Hujan, tahukah kamu, jika kau terlalu lama menghilang, diam diam aku mengkhawatirkanmu, mencemaskan keadaanmu. Jangan jangan kau sakit, jangan-jangan seseorang telah menculikmu, kemudian mengambil hatimu. Jangan jangan, ah. Belakangan aku tahu, akhir akhir ini kau memang sibuk dengan pekerjaanmu. Baiklah, prasangkaku tadi memang terlihat amat naif.

Hujan, aku percaya bahwa Tuhanmu telah berunding dengan Tuhanku, suatu saat Mereka akan mempertemukan kita lagi. Agar aku bisa mengacak acak rambutmu, menatap wajahmu lekat-lekat, lalu memeluk tubuhmu yang bulat. Bulat? Jangan cemberut dulu. Kita perlu sedikit bercanda, bukan. Ah, kau jadi tambah seksi kalau tersenyum seperti itu.

Hujan, ketahuilah bahwa dimanapun engkau menjejakkan kakimu, dengan siapapun kau habiskan waktumu, aku akan selalu merindukanmu, akan selalu mendoakanmu, dan akan selalu mengkhawatirkanmu.

Hujan, mungkin sampai disini dulu aku berbagi rasa denganmu. Kemudian, mari kita berhenti sejenak, memejamkan mata, menarik nafas dalam-dalam untuk kemudian berlari lebih kencang, melesat hebat mendahului waktu.

still everyday I think about you
I know for a fact that's not your problem
But if you change your mind, you'll find me
Hanging on to the place
Where the big blue sky collapse...


And I still believe that somewhere over the rainbow.... I'll find you

06 April 2011

Tik Tik Tik

“Bagus, jika kau telah menyihirku. Sekarang, tak perlu banyak alasan untuk jatuh menujumu. Aku. Hujan”

Perlahan aku melepaskan diriku dari jeratan awan, aku belum terbiasa menjadi hujan, aku bingung apakah aku ingin menjadi gerimis yang jatuh perlahan padamu, ataukah lebat yang bisa dengan cepat menujumu. Ah entah, aku hanya ingin jatuh padamu. Menyentuh lagi kulitmu.

***

Tik Tik Tik.

Aku meluruh. Aku sudah berubah menjadi ribuan peluru hujan. Siap menghujammu. Kau malah sembunyi di balik telindung peraduanmu. Dasar penyihir egois! Sudah berubah menjadi keinginanmu pun nasibku tetap sama saja. Aku, hujan dan sia-sia. Aku ingat, kau sudah 2 kali menyihirku. Pertama kau sihir aku menjadi kupu kupu, katamu aku indah. Dan indah itu kupu-kupu. Katanya aku membuat hidupmu berwarna-warni, maka itu dituangkan dalam sayapku. Tapi apa? Kau hanya mengamatiku dari balik tabung kaca, sesekali kau ajak aku berbicara, bercanda. Tapi aku sia-sia aku hanya menjadi hiasan semata. Kau tak pernah memaknaiku, aku tak pernah menempati sepetak sudut di hatimu. Aku selalu sia -sia

Gelisahku di depan perapian kayu. Aku tak mengira perpisahan dan ketiadaan bisa sehempas ini. Tak seperti senja, ini perpisahan yang tidak mengesankan. Pikiranku melesat jauh, membuatku selalu melihat langit dan berkaca pada cakrawala untuk kembali mengembalikanmu. Beribu mantra tak kuasa bisa merubahmu kembali dari hujan menjadi sosok yang selalu malu-malu yang luput dari perhatianku. Aku melaknatku atas ketidakmampuanku. Ini hujan terlama dalam hidup ku. Kemarau pun terasingkan. Aku beranikan diri untuk menyentuhmu, dalam bentuk ribuan tetesan. Sekarang, kutadah kau dalam cawan rindu. Kuendapkan hingga mengkristal biru. Di musim kemarau kuteguk kau hingga ke ceruk dahagaku.

Kau kini menyadari wujudku. Apakah kini kau menyadari maknaku? itulah aku sudah terpelanting jatuh masih menunggumu berdahaga. Penantian panjang untuk menjadi seteguk kasih, sealir makna. Kutunggu runcing rindumu di padang dejavu. Kini, dalam segala genangan waktu kuraut juga rinduku dengan waktu. Menyerut serat candumu satu per satu. Hingga habis, dan ketika saatnya telah tiba, sihir aku menjadi bah asmara.
Biarlah aku tinggal di tubuhmu wahai penyihir, mengendap bersama darah, berlayar di seluruh arteri nadi dan bermuara di jantung hatimu. Akhirnya citaku tercapai, menempati sudut hatimu dengan apapun bentukku.

By: sihirhujan