Showing posts with label thoughts. Show all posts
Showing posts with label thoughts. Show all posts

26 February 2014

Si Shit Yang Menjadi Sweet

19 Februari 2014 kemarin menjadi hari yang tidak terlupakan bagi saya. Pertama, hari itu adalah peringatan meninggalnya eyang kakung. Sudah tujuh belas hari tepatnya eyang menghadap Sang Maha Kuasa. Saya masih ingat dengan jelas, eyang meninggal waktu saya TK karena memang sudah tua. Selain itu, eyang juga tidak bisa melihat karena terkena penyakit glaukoma. Saya tidak ingat bagaimana rasanya pada waktu itu karena saya baru berumur 5 tahun. Tapi kejadian pada waktu itu masih tergambar jelas di kepala saya, terlebih dulu setiap hari sabtu setelah pulang sekolah saya selalu diantar Bapak untuk menginap di rumah eyang, dan dijemput pada Minggu sorenya. Setelah eyang kakung meninggal, kebiasaan itu perlahan sirna.

Ah, sudahlah. Saya yakin sekarang Eyang bahagia di surga. Dan saya selalu berdoa untuknya.

Nah, alasan kedua mengapa 19 Februari menjadi hari yang tidak terlupakan bagi saya adalah: hari ini dua teman baik saya wisuda. Yang satu adalah Ana ‘Yayuk’ Martiana, dan yang satunya adalah Anastasia Herlina alias ‘kembaran’ saya. Sejak masuk kuliah, saya dengan Ana cukup dekat. Kami sering dolan bareng, wisata kuliner, foto-foto, titip-titipan absen, pinjam-pinjaman catatan, dan tak lupa adalah berkaraoke bersama. Dan sekarang dia wisuda duluan mendahului saya. I’m so happy and proud of you bos bro!! (Cumlaude meen.. Standing applause!!)


Saya juga berbahagia dengan wisuda ‘kembaran’ saya, Lina. Yah, meskipun hampir semuanya sama (this is so weird,  meskipun bukan kembar beneran tapi banyak hal yang mirip,  bahkan model hp dan tv pun sama), sepertinya wisuda kita tak sama. Bagi saya tak mengapa, saya turut berbahagia. Dan semoga saya segera menyusul besok Mei yaa..


Di balik hiruk pikuk wisuda, tidak sengaja saya bertemu dengan teman lama.

“Woooyy mbak.. ngapain ke kampus?”
“Ya apa lagi. Ketemu dosen dong. Mumpung wisuda gini pasti dosen-dosen pada dateng.”
“Emang skripsinya belom selesai?”
“Ngece! Ya belom lah. Kalo udah juga ngapain ke kampus nyariin dosen.”
“Kirain.. Kamu sih mbak, angkatan tua tapi gak lulus-lulus. Adik angkatanmu aja udah banyak yang wisuda. Masa kalah sama angkatan bawah.”
“Asemik!!”

Awal perbincangan kami di dalam lift tersebut membawa kami pada obrolan panjang. Dia memang kakak angkatan saya, beberapa kali kami mengambil mata kuliah ulangan yang sama. Setelah itu dia menghilang selama hampir dua tahun. Dengar-dengar ia sekarang bekerja pada sebuah instansi yang cukup besar. Sambil duduk di ruang tunggu dosen, ia mulai bercerita soal uneg-unegnya, keluh kesahnya yang tidak pernah diceritakannya pada saya. Tentang dunia kerjanya yang menjadi fokus perhatiannya sekarang, tentang bagaimana ia berjuang sedemikian keras sehingga mencapai posisi atas, tentang kegiatan-kegiatan organisasi yang dijalaninya dan dilakukannya dengan sepenuh hati, dan juga tentang skripsinya yang tak kunjung selesai padahal sudah lebih dari dua tahun berlalu sejak ia mulai mengerjakan proposal.

Mendengar cerita itu, rasanya seperti mendengarkan cerita tentang diri saya sendiri.

Saya membutuhkan hampir dua tahun untuk menyelesaikan skripsi. Setengah tahun pertama, saya mulai mempersiapkan penelitian yang akan saya lakukan. Hasil obrolan dengan ibu membuat saya mendapat ide penelitian. Tidak sulit, berawal dari obrolan di sebuah warung makan, topik itu bermula. Kebetulan saya juga sudah mengambil mata kuliah yang membahas mengenai topik tersebut. Lengkaplah sudah.

Tapi itu baru awal.

Saya mencoba menemui beberapa teman yang saya rasa memahami permasalahan yang saya maksudkan tersebut. Tapi semakin banyak berdiskusi, saya semakin bingung. Akibat kebingungan saya, akhirnya saya menghadap dosen dan menceritakan fenomena yang ingin saya teliti tersebut. Tampaknya Bapak dosen juga tidak begitu paham dengan apa yang saya kemukakan, jadi beliau menyuruh saya untuk langsung membuat proposal penelitian.

Mati!!

Saya kembali ke rumah dan menceritakan permasalahan saya pada Ibu. Tentu saja, ibu saya langsung menyuruh saya untuk segera membuat proposal agar saya bisa segera menghadap dosen dan mulai bimbingan. Hampir semalaman saya berdiskusi dengan ibu, yang ada saya justru semakin bingung.

Saya datang ke perpus dan membaca buku A. Saya menemukan bahwa teori A tidak relevan dengan fenomena yang saya teliti. Lalu saya berganti buku B, ternyata teori C lebih tepat digunakan untuk penelitian saya. Hal tersebut berulang-ulang dan pada akhirnya saya tidak mendapatkan apa-apa. Buku-buku yang saya baca tidak lagi berguna.

Satu bulan...

Dua bulan...

Tiga bulan...

Empat bulan...

Beberapa bulan kemudian..

Saya mulai merasa lelah karena apa yang saya kerjakan tidak kunjung selesai. Saya juga merasa jenuh karena saya tidak beranjak kemana-mana dan pembahasan saya masih stuck di hal yang sama. Setiap kali memandang tumpukan draft proposal, rasanya ingin menghela nafas berat dan berharap tumpukan kertas tersebut dapat menghilang seketika.

Kemudian, seakan Tuhan menjawab doa saya, tiba-tiba ada tawaran untuk bergabung pada beberapa organisasi. Saya tanpa pikir panjang langsung mendaftar dan menjadi bagian dari organisasi tersebut. Harapan saya tidak muluk-muluk, supaya rasa stuck saya pada skripsi dapat teralihkan dengan kegiatan-kegiatan organisasi. Kebetulan sekali, program organisasi tersebut sangat saya sukai dan saya benar-benar ingin terjun total dalam organisasi tersebut.

Benar saja.

Hal tersebut menyita waktu saya. Pagi hari saya ke perpustakaan dengan membawa laptop, meminjam setumpukan buku dan meletakkannya di samping laptop saya. Tapi yang saya lakukan selama di perpus bukanlah mengerjakan skripsi, melainkan browsing dan chatting dengan teman-teman saya. Hal itu saya lakukan hampir setiap hari, dari pukul 9 pagi sampai pukul 12 siang. Jam 1 saya akan pulang atau makan siang bersama teman atau pacar. Setelah itu pulang dan beristirahat sebentar. Mulai pukul 7 malam, dengan bersemangat saya akan keluar dari rumah untuk beraktifitas di organisasi yang saya ikuti. Kadang kegiatan tersebut baru berakhir pukul 11 atau 12 malam. Hampir setiap hari.

Bagaimana rasanya? Tentu saja senang dong! Selama beberapa bulan saya menikmati senangnya berorganisasi dan berkegiatan sana sini, tanpa menghiraukan skripsi saya lagi. Saya yakin pacar dan orangtua saya pasti sudah geleng-geleng kepala melihat kelakuan (dan keras kepalanya) saya waktu itu. 

Lalu bencana itu datang...

Dosen Pembimbing Skripsi tiba-tiba menghubungi saya dan menyuruh saya untuk segera menghadap beliau. Duh, mati iki rek. Skripsiku nanggrok berbulan-bulan. Mana stuck begitu. Demi kelancaran bimbingan, akhirnya saya berkonsultasi pada ibu. Yang ada malah saya dimarahi habis-habisan. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Tapi untunglah akhirnya saya menemukan jalan keluar. Karena saya tidak juga menemukan titik temu dari permasalahan yang ingin saya teliti, akhirnya saya memutuskan untuk merubah semuanya dan memulai dari awal. Toh sama saja, daripada saya stuck dan akhirnya tidak mendapatkan hasil apa-apa.

Jadilah saya harus berjuang setengah mati untuk menemukan topik baru yang sesuai dengan keinginan saya. Juga harus berjuang setengah mati untuk tune-in lagi pada sesuatu yang sudah lama saya tinggalkan. Sulit memang, apalagi untuk mengembalikan mood saya yang lama hilang.

Demi melancarkan skripsi saya, akhirnya saya memutuskan untuk kerja rodi. Melepas semua kegiatan organisasi dan tetek bengeknya, termasuk ketika godaan untuk mulai crafting muncul lagi.

Demi skripsi, saya rela memangkas habis aktifitas-aktifitas saya di luar kegiatan skripsi. Setiap hari saya ke perpus dari jam 9 dan benar-benar mengerjakan skripsi. Tak jarang saya harus jadi orang pertama yang datang dan menjadi orang terakhir yang pergi. Setelah itu saya pulang ke rumah dan melanjutkan aktifitas saya tersebut hingga larut malam. Saya hanya akan keluar rumah jika tujuannya adalah ke perpustakaan untuk mencari bahan-bahan skripsi atau ke kampus menemui dosen pembimbing atau ke tempat-tempat yang dapat membantu saya lebih cepat menyelesaikan skripsi. Bahkan seringkali saat kencan dengan pacar pun masih juga mengobrolkan topik skripsi. Buku-buku literatur tebal yang tadinya jadi 'bantal' pun menemani saya setiap hari. Juga bergelas-gelas kopi agar saya tetap terjaga.

Sulitnya bukan main. Apalagi jika godaan datang silih berganti. Organisasi memanggil saya dengan sebuah tugas baru. Lalu ada kursus ini itu yang ingin saya lakukan. Lalu godaan untuk berkaraoke atau bermain-main dengan teman-teman. Semua itu saya tahan agar kebodohan saya di masa lampau tidak terulang. Lebih mudah bagi saya untuk meninggalkan saja skripsi itu. Tapi saya tetap harus mengerjakan skripsi itu kan? Mau tidak mau saya harus menyelesaikannya kalau saya masih berniat untuk lulus dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Saya percaya pengorbanan saya akan berbuah manis.
Lihat besok deh, kalau sudah pendadaran.
Hehehe.

#WishMeLuck

01 February 2014

Feeling Twenty-Two


Source: here


I am officially twenty two today!!

Sangat berterimakasih pada Tuhan atas delapan ribu tiga puluh hari alias dua puluh tahun yang telah diberikan. 
Yang pada setiap harinya tentu saja saya tidak selalu bisa memahami hidup dengan baik.
Hari ini adalah akhir dan juga awal, I am closing twenty one and starting twenty two. Pada setiap episode kehidupan yang telah diputar dan para pemeran, saya sangat sangat bererimakasih. Kalian membuat saya menjadi seperti sekarang.

I am grateful I have people (family, friends, and boyfriend) to share all that I am with. 
I enjoy life, and I delight in learning from it, and siphoning from it everything it has to offer.
And a lot of things I do today have been 22 years in the making.
And still, I don’t think I’m there just yet…but there is no doubt that I’m very close. This Close!

Thanks again to everyone who wished me a happy birthday.  It was just another reminder of the overwhelming support that I have enjoyed even from over thousands of miles away.  I had no idea that so many people would go ahead and send me a message, it meant a lot to me so thank you very much!


*Maaf lagi nggak bisa nulis proper hehe. Will be back very soon with another post. Cheers ;)*



21 January 2014

To Be A Mother




Saya tidak pernah membayangkan bagaimana rasanya menjadi seorang ibu. Bahkan ketika sekarang saya sudah memasuki masa dimana saya sudah harus mulai nyicil mempersiapkan pernikahan, saya tetap tidak bisa membayangkan seperti apa rasanya. Bagaimana nanti jika sudah berkeluarga, bagaimana jika nanti hamil dan punya anak, bagaimana nantinya saya dengan keluarga suami saya, bagaimana saya dengan masyarakat, apakah saya harus menjadi ibu rumah tangga full time atau saya harus mengejar karir. Membayangkannya saja sudah membuat saya mengernyitkan alis. Getting married sounds so scary, for me.

Mungkin saya yang terlalu berlebihan. Atau mungkin saya terlalu banyak menonton acara gosip atau sinetron di televisi. Tapi rasanya menjadi seorang ibu itu mengerikan.  Yes, mungkin saya yang terlalu berlebihan.

Ibu saya adalah seorang ibu yang nggak mau ribet. Bukan tipe ibu-ibu yang seneng belanja, baik ke mall atau ke pasar. Bukan tipe ibu-ibu yang rajin dan pintar memasak dan suka bereksperimen dengan berbagai resep masakan (harus saya akui, masakan bapak lebih enak daripada masakan ibu :D). Bukan ibu-ibu yang suka dandan. Dan tentu saja bukan ibu-ibu yang suka nonton acara gosip dan suka nangis kalo nonton sinetron. Ibu saya jauh dari gambaran ibu-ibu ideal masa kini. She said 'Aku bukan ibu-ibu mainstream'.

Ibu saya adalah seorang dosen di sebuah universitas swasta di Kota Yogyakarta. Sehari-hari beliau bekerja dari pagi hingga sore (tapi untungnya masih punya banyak waktu untuk keluarganya). Ibu saya lebih suka pakai kaos oblong, celana jeans, dan sepatu boot daripada memakai rok span dan blazer yang kinyis-kinyis. Urusan make up, ibu saya nggak mengenal yang namanya eyeshadow dan mascara. Cukup bedak dan lipstick berwarna merah terang. 

Ibu sendiri mengakui bahwa dirinya bukan ibu-ibu kebanyakan, bukan ibu-ibu idaman, dan dalam urusan mengurus rumah tangga, beliau bukan panutan yang baik :p.

Duh.. jadi besok aku harus berguru pada siapa?

Terbiasa hidup dengan ibu yang nyentrik membuat pikiran saya menjadi nyentrik juga hahaha. Lewat perbincangan dengan ibu, saya mendapat banyak gambaran mengenai hidup berkeluarga; bagaimana kita tetap harus menjadi diri kita sendiri, bagaimana kita tetap harus melakukan hal-hal yang kita sukai, bagaimana kita harus tetap berkarier, untuk mengejar cita-cita, untuk berkarya, dan yang paling penting adalah bagaimana mendapatkan karier yang bagus sekaligus juga dekat dengan keluarga.

It's not easy, though.

Kalau saya pribadi sih pengennya tetap berkarir. Percuma dong kuliah sampai S1 tapi nggak memanfaatkan ilmu yang didapat. Saya pengen berkarya dan bisa menginspirasi banyak orang. Tapi saya juga pengen berkeluarga - pengen punya anak(-anak) dan pengen ngerasain gimana ribetnya jadi ibu rumah tangga. Tapi tapi tapi..eh..kayaknya belum siap juga sih.

Makanya saya selalu kagum sama ibu rumah tangga full time. Bangun tidur sampai tidur lagi ngurusin keluarga. Rutinitas yang selalu sama, gitu-gitu doang, dan dilakukan sejak menikah sampai tua. Apa nggak bosen ya? Kalau saya sih sudah pasti bakalan bosen abis. Hahahaha. 

Menjadi ibu kok kayaknya berat ya. Berbagai macam pikiran dan ketakutan datang silih berganti di benak saya. Bisakah saya melewati ini semua? Bisakah saya nantinya menjadi ibu yang baik, istri yang baik, dan wanita karir yang baik pula? Mungkin jawabannya baru bisa saya temukan tiga atau empat tahun lagi. Ketika saya (akhirnya) berani memutuskan untuk berkeluarga.

Sekarang ngurusin skripsi dulu aja deh, biar cepet pendadaran.

15 December 2013

Selamat Tidur, Anakku




“Hari sudah malam.
Matahari sudah lama tidur.
Bulan sudah tinggi.
Begitu pula dengan bintang di langit.
Kau masih menonton pertandingan bola dengan ayahmu.
Kalian berteriak senang.
Rupanya tim bola kesukaan kalian menang lagi.
GOOOLLLL
Senyum itu masih juga menyambangi wajahmu bahkan ketika kau bersiap tidur
Dengan semangat, kau bercerita sambil menyikat gigimu
Lalu berganti piyama yang sudah kusiapkan sejak tadi di tempat tidur
Kau masih saja berceloteh
Tentang petualanganmu mengejar layang-layang
Tentang film kesukaanmu yang tak pernah bosan kau tonton
Tentang hadiah yang diberikan ayahmu saat ia pulang kerja
Aku pun tersenyum.
Aku bahagia jika kau bahagia

Malam ini
Akan kuiringi tidurmu
Dengan alunan musik dari radio
Tchaikovsky, The Beatles, John Mayer, bahkan Rhoma Irama
Dan akan kubacakan dongeng pengantar tidur kesukaanmu
Kisah tentang tiga babi kecil dan seekor serigala
Kita akan berbagi peran
Kau yang jadi babinya, dan aku akan berperan sebagai serigala
‘tok tok tok, babi kecil, bolehkah aku masuk’ dengan suara berat kutirukan serigala itu
Kau pun akan tertawa gelak-gelak
Dalam hati aku tersenyum
Senang rasanya jika kau tertawa
Bersamaan dengan berakhirnya cerita, kau pun tertidur
Kukecup keningmu dan kuselimuti kau supaya tidurmu nyenyak
Lalu kumatikan lampu dan kututup pintu kamarmu
Selamat tidur sayang, semoga tidurmu nyenyak
Semoga bermimpi indah”

Sayup-sayup terdengar suara lain. Suara ibuku
“Bangun nduk!  Jangan tidur di meja. Tugasmu itu udah selesai belum?”

28 May 2013

After The Funeral


25 Mei 2013. Timeline twitter heboh dengan berita batalnya Lockstock Music Festival dikarenakan fee pengisi acara dibawa kabur panitia. Puluhan ribu caci maki menghiasi timeline, menyalahkan sang ketua panitia yang membawa kabur uang pembayaran pengisi acara. Kejam memang, meski kita belum tahu bagaimana kejadian sebenarnya. Tetapi sesuatu yang bernama isu yang berujung makian, yang dilakukan oleh ratusan bahkan jutaan orang memang kejam. Yes, mass is cruel.

26 Mei 2013. Timeline kembali heboh dengan kabar bahwa ketua panitia Lockstock meninggal akibat bunuh diri. Banyak yang menyalahkan. Menganggap hal tersebut adalah ganjaran yang pantas untuk sesorang yang melarikan uang segitu banyaknya. Sekali lagi, mencaci dan memaki memang lebih mudah keluar dari mulut seseorang. And once again, mass is cruel.

*berita lengkapnya bisa dilihat disini.

***

Kabar duka itu menabrak saya tiba-tiba disaat senja berakhir di peraduannya. Sebuah telepon masuk ke handphone saya disaat saya sedang berkutat dengan tepung dan adonan. Sebuah berita duka tentang kematian Mas Bobby Yoga Cahyadi alias Mas Kebo alias Mas Gogo yang merupakan kakak dari teman baik saya. Yang paling mengejutkan lagi adalah, Mas Gogo adalah ketua panitia Lockstock yang semalaman dihujat oleh jutaan pengguna twitter. Oh my God.

Saat itulah saya terdiam cukup lama. It made me think. Ketika ada salah seorang teman atau keluarga teman yang meninggal, di saat itu pula kita akan tersadar bahwa, we are not invincible. Saya selalu menganggap bahwa kematian hanya terjadi pada orang-orang dengan usia senja. Nggak mungkin seseorang akan mati umur dua puluh atau tiga puluh tahun. Too young! Dan sekarang, setelah mendengar berita tersebut, saya benar-benar tersadar bahwa "No, you are not invincible. It could be you. We never know". Umur seseorang nggak ada yang tahu akan berakhir di angka berapa.

Apalagi dengan cara seperti yang dilakukan Mas Gogo.

Saya memang tidak mengenal beliau secara dekat. Kami sempat bertemu dua kali pada Tahun Baru 2013 dan saat misa Rabu Abu Paskah kemarin. Kami tidak pernah mengobrol, bahkan mungkin tidak saling mengetahui nama masing-masing. Saya hanya mengetahui bahwa ia adalah kakak dari Renda, teman saya. 

Esoknya, saya datang ke pemakamannya.

Dan sewaktu saya datang ke rumahnya, ada teman-teman saya juga disana. Di antara teman-teman saya yang datang, ada yang nggak terlalu kenal. Ada yang mengenal sejak kecil. Ada yang teman sekelas. Ada yang teman sekampus. Ada yang pernah bekerjasama dengan Mas Gogo dalam sebuah event. Bermacam-macam orang datang kesana dan mereka memiliki satu kesamaan: they wanted to see him for the last time. They want to say goodbye. Mereka menyayangkan mengapa hidupnya harus selesai secepat itu.

Saya duduk di luar, bersama ratusan pelayat yang lain. Ada yang bilang "Sayang banget ya, padahal orangnya baik." Banyak pula yang menyayangkan mengapa ia harus mengakhiri hidupnya dengan menabrakkan diri ke kereta api yang melaju kencang. I know we shouldn’t talk about the dead pas lagi ngelayat. But I can’t help it. Menurut cerita orang-orang, Mas Gogo memang merupakan sosok yang berani dan penuh semangat. Rela berjuang dan teguh. Ia juga merupakan sosok yang sangat peduli dengan anak muda.

Duduk di antara pelayat-pelayat itu, I can’t help to wonder: gimana ya pemakaman saya nanti? Apa banyak yang datang? Apa ada yang datang? Apa yang mereka bakal bilang tentang saya? Apa kenangan yang mereka inget tetang saya? Apa ada yang rela nyetir mobil, susah-susah parkir, untuk ngeliat saya untuk terakhir kali ya? Apa iya, ada?

Kita hidup di dunia seakan-akan kematian tidak exist. Kita makan, belajar, bermain, jalan-jalan, nonton, pacaran, tanpa sekalipun punya pemikiran bahwa suatu saat nanti kita akan mati. We forget about death. Sampai akhirnya pada pemakaman Mas Gogo saya tersadar bahwa kita tidak pernah tahu kapan kita akan meninggal, dengan cara apa, dan bagaimana kita meninggal. Bayi yang belum lahir bisa saja meninggal, bagaimana dengan kita. Semua orang bisa meninggal setiap saat, tanpa kita tahu sebelumnya. God has His own plan.

Pulang dari pemakaman, saya merasa kecil. I have to make something out of life. Badan ini dipinjamkan. Setiap tarikan napas, adalah satu tarikan napas lagi mendekati kematian. Kita harus membuat lebih banyak karya, lebih banyak menikmati hidup, lebih banyak mengambil kesempatan. Hidup ini cuma sekali. Akan sangat sayang untuk kita buang begitu aja. I have to enjoy life.

Dan mungkin suatu hari nanti saya akan mati, tapi saya pengen membuat sesuatu yang nggak bakal mati.

Terlepas dari cara ia meninggal, Mas Gogo pasti meninggalkan banyak kenangan di hati orang yang mengenalnya. Ia sudah berbuat banyak. Aksinya menjadi inspirasi bagi banyak orang. Sifatnya yang pemberani menjadi bukti bahwa ia adalah pelita yang selalu menyala. Kepeduliannya terhadap anak muda adalah wujud semangatnya yang membara.

Selamat jalan, Mas Gogo. Tuhan besertamu.

Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya untuk Keluarga Besar Pak Paryadi. Mas Gogo sudah tiada, tapi semangatnya selalu ada. Ia akan selalu ada di hati semua orang yang mengenalnya. Semoga keluarga diberi ketabahan....

07 May 2013



You can't deny the feeling that you feel. The old habits are the one that make you who you are right now. I secretly wanting to believe that memories are beautiful. And every good times and bad times are lessons that we will never ever, ever forget. My first and only mistake, you.


I'm in the 4th year of my college now. I can't believe it.. I'm going to finish college in no time guys. I'm excited yet scared too. But no, I'm waaaaaay excited. The scared thingy is just a little feeling that came up everytime I thought "Wow another 3 months and I'm going to stand in Graha Sabha wall, wearing kebaya and jarik, and I got my S.Sos (ameeeen).." but yes, I'm excited. I can't wait for my real life. I know it's too much ya. But hey, you got to be excited about something in order to get the energy to face the things you gotta face, right? So yes, I'm so busy with lots of college stuff, skripsi. God, life is hard.

So many things happened. Every thing changes so fast. Everything is a blink ahead. That's one thing that I learn most of all. Appreciate anything, I mean, everything that I got now. I'm trying to find my happiness now. Never thought it'd be this hard lately. I spend my days trying to hide the dizziness in my head. I laugh, I scream, I make jokes. Sometimes it helps, but the moment when I'm alone, they are come: my bad thoughts, my sadness, my guilts, and the silence strikes to my life again. I can't fake it if I'm writing it. This is a one chance where I can put all out my feelings, I can say whatever I want about how I feel, and if anyone ever read it, I don't mind. I'm fine with it. Maybe, just maybe...

Happiness is not easy to find. That's the first thing I found when I'm trying to find it. The more I try to find what happiness is, the more sadness got in to my head. It's a mindfuck thing, I know. But at least I'm trying. I'm happy for what I have and what I am living for right now. My life is not perfect but it's enough. Blessings come every day. Therefor, I'm hoping that happiness is not far away to reach.

Bitterness always caught me in the right place and time. Like this exact moment, when I'm writing this, I am desperately listening to John Mayer' songs. Blues always has its own ways to make me suffer. I hate it. But I'm enjoying it too. You know how the say "feel it, don't run from it, for what you feel now will not come back again" I'm trying my best to do that. I don't want to run from what I have to feel. I promise myself to feel everything that I need to feel. Just like dealing with the problems that I have to face. Is it because of love? Or simply because of life? Or is this the part where happiness strikes me at my lowest point? I don't know. I don't want to know. I'm just gonna enjoy this moment while it lasts.

I'm planning about something right now. I'm excited but I feel very bitter. Empty. Remembering all things happened last year, I want to make things right again. I have to make it better than the last.




24 January 2013

“Dia, yang tidak pernah kamu mengerti. Dia, racun yang membunuhmu perlahan. Dia, yang kamu reka dan kamu cipta. Sebelah darimu menginginkan agar dia datang, membencimu hingga muak dia mendekati gila, menertawakan segala kebodohannya, kehilafan untuk sampai jatuh hati kepadamu, menyesalkan magis yang hadir naluriah setiap kalian berjumpa. Akan kamu kirimkan lagi tiket bioskop, bon restoran, semua tulisannya --dari mulai nota sebaris sampai doa berbait-bait. Dan beceklah pipi-nya karena geli, karena asap dan abu dari benda-benda yang dia hanguskan--bukti bahwa kalian pernah saling tergila-gila--beterbangan masuk ke matanya. Semoga dia pergi dan tak pernah menoleh lagi. Hidupmu, hidupnya, pasti akan lebih mudah.” 
― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade

23 January 2013




“Biarlah hati ini patah karena sarat dengan beban, dan biarlah dia meledak karena ketegangan. Pada akhirnya perbuatan manusia menentukan, yang mengawali dan mengakhiri. Bagiku, kata-kata hiburan hanya sekedar membasuh kaki. Memang menyegarkan. Tapi tiada arti. Barangkali pada titik inilah kita berpisah.. 

(Arus Balik, h. 669)” ― Pramoedya Ananta Toer

25 December 2012

Have Yourself A Merry Little Christmas



Christmas is love in action. Every time we love, every time we give, it's Christmas.

It's Christmas every time you let God love others through you. It's Christmas every time you smile at your brother and offer him your hand.

Christmas is not just a day, an event to be observed and speedily forgotten. It is a spirit which should permeate every part of our lives.

Happy Christmas everyone. Be a candle, be a light, be an inspiration, and spread love and happiness to the world. Peace be with you :)

22 December 2012

Of All The Rights Of Women, The Greatest Is To Be A Mother - Lin Yutang

Sebenarnya, ketika tiba Hari Ibu tanggal 22 Desember, dan semua orang menulis tentang betapa mulia peran ibu dalam hidup mereka, saya justru ingin tertawa. Bukan menertawakan bagaimana cara mereka mengungkapkan perasaan cinta pada ibu di hari ini, tetapi menertawakan saya sendiri dan persepsi saya tentang ibu. Ibu saya bukan ibu yang ibu-ibu banget. She wears boots. She dress in black with her leather jacket and trousers. She loves to watch F1 and Valentino Rossi. She loves to watch music concert and scream out loud, louder than the young. She's silly and crazy (in a silly way). Jadi saya tidak pernah bisa menghasilkan sebuah tulisan yang proper tentang ibu, karena saya pasti akan tertawa membayangkan kelucuannya.

Oke, semoga kali ini enggak.

Mama melahirkan saya 20 tahun lalu, 1 Februari 1992, dengan operasi caesar. Pada waktu itu usia saya baru delapan bulan dan posisi kepala masih di samping sehingga tidak mungkin melahirkan secara normal. Kalo denger cerita dari ibu-ibu yang lain, pasti rasanya sakit banget. Tapi Mama selalu menceritakannya seakan-akan hal tersebut bukanlah hal yang menyakitkan. Apalagi pada akhirnya dia operasi caesar tiga kali. Nggak kebayang gimana sakitnya.

Sejak kecil Mama sudah mengajari saya menyanyi. Tiap malam, sebelum saya tidur, Mama selalu membacakan buku dongeng, menceritakan kisah-kisah lucu, dan menyanyikan lagu kanak-kanak. I grew up as a happy little girl. Sejak kecil pula saya sudah dikenalkan dengan dunia imajinasi yang luar biasa. Dulu, setiap Natal, pasti saya selalu main drama kelahiran Yesus. Hahaha. Lucu ya, jarang banget ada ibu seaneh ini.

Seiring dengan bertambahnya usia, seharusnya ibu-ibu lainnya akan semakin kalem. Tapi emak saya malah jadi semakin gaul. Dandanannya semakin ngerock. She said goodbye to her feminine dress and changed them into black leather jacket, trousers, and boots. My mom is a rocker lady woohoo! Nggak cuma itu, dia ngikutin perkembangan anaknya pula. Semakin gaul anaknya, semakin gaul pula ibunya. Kekonyolan emak saya memang nggak ada habisnya. Dan saya rasa saya nggak akan bisa menuliskannya dalam kata-kata, karena sebelum nulis saya pasti ketawa ngakak.

Satu hal yang nggak pernah saya lupa adalah bagaimana Mama mengajari saya tentang kehidupan. Bagaimana hidup kita merangkak, bagaimana kita survive, bagaimana menjadi pribadi yang lebih baik, bagaimana kita mengejar cita-cita setinggi bintang. Dia mengajarkannya dengan sederhana, dan dengan cara yang menyenangkan. Dengan lawakan. Kadang saya berpikir bahwa ibu saya seharusnya jadi stand-up comedian.

Whatever the method is, she taught me to be an independet, liberal, democratic, and independent woman.

A baby asked God, "They tell me you are sending me to earth tomorrow, but how am I going to live there being so small and helpless?"
"Your angel will be waiting for you and will take care of you."
The child further inquired, "But tell me, here in heaven I don't have to do anything but sing and smile to be happy."
God said, "Your angel will sing for you and will also smile for you. And you will feel your angel's love and be very happy."
Again the child asked, "And how am I going to be able to understand when people talk to me if I don't know the language?"
God said, "Your angel will tell you the most beautiful and sweet words you will ever hear, and with much patience and care, your angel will teach you how to speak."
"And what am I going to do when I want to talk to you?"
God said, "Your angel will place your hands together and will teach you how to pray."
"Who will protect me?"
God said, "Your angel will defend you even if it means risking it's life."
"But I will always be sad because I will not see you anymore."
God said, "Your angel will always talk to you about Me and will teach you the way to come back to Me, even though I will always be next to you."
At that moment there was much peace in Heaven, but voices from Earth could be heard and the child hurriedly asked, "God, if I am to leave now, please tell me my angel's name."
"You will simply call her, 'Mom.'"





Happy Mother's Day, Mom. Thanks for this beautiful life :)


20 December 2012

And She'll Sing Her Song to Anyone That Comes Along



Spinning, laughing, dancing to her favorite song
A little girl with nothing wrong is all alone

Eyes wide open. Always hoping for the sun
And she'll sing her song to anyone that comes along

Fragile as a leaf in autumn
Just fallin' to the ground without a sound

Crooked little smile on her face
Tells a tale of grace
That's all her own 

Spinning, laughing, dancing to her favorite song
A little girl with nothing wrong
And she's all alone





Sing with me again, Angelina Indra. Just like we used to do.
Don't be sad. Don't feel alone. This rythm is always here to cheer up your day :')


Words: Norah Jones' Seven Years lyric

18 December 2012

Someday I'll Be Big Enough So You Can't Hit Me. And All You're Ever Gonna Be Is Mean - Taylor Swift





“Crowds were never wise. They were never even reasonable. Collective judgements were doomed to be extreme. In the popular imagination, groups tend to make people either dumb or crazy, or both” Charles Mackay.

Bullying bisa terjadi pada siapa saja, tak terkecuali anak SD. Hal ini terjadi pada adik saya, Lucy, yang minggu kemarin ketahuan ter-bully oleh teman-teman sekelasnya sendiri. Kejadian ini memang sudah lama terjadi, lebih dari sebulan, dan baru terkuak sekarang. Dia memang sering nggak masuk sekolah. Alasannya banyak banget, mulai dari pusing, sakit perut, dan sakit-sakit lainnya yang membuatnya (terpaksa) tinggal di rumah. Dalam kurun waktu seminggu, pasti ada nggak masuknya barang satu atau dua kali. Awalnya sih sekeluarga menganggap itu hal yang biasa. Sakit itu wajar kan? Apalagi sedang musim hujan dan dia memang sering bandel (read: hujan-hujanan). Tapi kok rutin ya? Kok tiap minggu?

Bapak saya, saking khawatirnya gara-gara takut sakit macem-macem, akhirnya memeriksakan Lucy ke dokter. Keluhan itu ternyata memang benar, dia alergi beberapa bahan makanan. Tapi tetap, kebiasaan ‘membolos’ itu tidak pernah hilang. Sampai akhirnya ibu saya menemukan secarik kertas di saku seragamnya, berisi tulisan bernada ancaman dan makian yang memojokkan adik saya. 


Tidak tinggal diam, ibu lantas mencoba mengorek masalah yang menimpa adik saya. Benar saja, dia adalah korban bullying dari teman-teman sekelasnya, teman-teman yang dianggap adik saya sebagai sahabat. Masalahnya cuma sepele. Mereka titip bolpen dengan merk tertentu pada adik saya, tapi tidak memberikan uang. Lalu setiap hari adik saya dibully, disudutkan dan dimaki-maki, sampai diancam jika tidak segera memberikan bolpen. Dan kejadian itu berlangsung selama lebih dari sebulan.

Jahat ya? 

Para korban bullying selalu bungkam. Tidak berani bercerita pada siapapun. Jangankan pada guru, pada orangtua pun mereka bungkam. Kasus-kasus seperti ini jarang sekali terungkap. Bagi mereka yang mampu survive, they will get better. Bagi yang tidak? Kasihan, mereka bisa terganggu kondisi mentalnya. Seumur hidup.

Masa?

"The bully is never clever enough to understand the evil he does." - T. Morgan

Para pelaku bullying nggak pernah sadar bahwa apa yang mereka lakukan bisa berdampak banyak bagi korban mereka. Mereka pikir itu hal sepele. Mereka pikir itu hal biasa. Mereka pikir itu keren. "Gue keren kalo gue bisa 'naklukin' mereka yang lemah. Mereka takut sama gue. Gue yang berkuasa. Gue yang punya pengaruh". Semakin mereka merasa kuat, semakin banyak tindakan kekerasan yang mereka lakukan. Dan semakin depresi-lah korban-korban mereka. Hal-hal seperti ini bisa menjadi pemicu bunuh diri lho.

Saudara saya ada yang bunuh diri akibat bullying. Dan saudara saya yang lain mengalami gangguan mental akibat hal serupa yang terjadi padanya sewaktu SMA. They have permanent marker. They have scars.

*jadi mau nangis kalo nulis ini*

Lalu, saya? 

Sama. Saya juga pernah terbully. Dan itu sangat menyakitkan. Waktu kelas 3 SMA saya pernah bermasalah dengan seorang teman. Sepele lho masalahnya. Waktu itu ada tugas kelompok, harus wawancara sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa. Dan saya meminta teman saya itu untuk menghubungi CP. Entahlah, mungkin bahasa saya yang dia anggap kurang menyenangkan. Yang jelas, besok paginya, dia sudah cerita ke teman-teman yang lain kalau saya memarahi dia bla bla bla bla. Bajigur. Dia nangis-nangis di kelas, memposisikan diri seakan-akan saya yang menjahati dia. Berhubung dia anak geng dan gengnya itu sekelas, yaa otomatis mereka langsung memusuhi saya. Teman-teman yang tadinya baik, tiba-tiba langsung berubah seratus delapan puluh derajat. Padahal mereka adalah teman-teman dekat saya waktu kelas 2. Mereka bilang "Kamu jahat banget sih Cha. Ga punya perasaan". Lalu "Ternyata kamu kayak gitu ya, padahal aku udah ngedukung kamu". "Tega banget kamu sampai kaya gitu". "Tuh yang bikin X sampai nangis. Jahat banget kan, ga punya hati". Tatapan-tatapan berubah jadi sinis dan memaki. 

Kampret. Kamu nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kamu nggak tahu apa-apa....

Sejak saat itu saya jadi males sekolah. Dalam seminggu, pasti ada hari dimana saya nggak masuk sekolah. Serius. Padahal kelas 3. Padahal udah mau ujian. Saya yang tadinya talkative dan aktif di kegiatan ini itu, mendadak berubah jadi pendiem. Waktu istirahat, saya memilih duduk di pojokan. Tempat duduk saya karena saya tidak mungkin duduk di deretan bangku anak-anak geng. I started being a loner, baca buku or do something that can make me busy. Masih untung saya punya teman-teman yang bisa saya ajak bicara. Mereka sih bukan anak-anak populer, tapi setidaknya saya masih punya teman. Masih untung juga anak-anak kelas lain nggak ikutan ngebully, jadi paling engga saya punya teman di sekolah. Meskipun rasanya benar-benar menyakitkan diperlakukan seperti itu.

Words scar. Rumors destroy. Bullies kill.

Guess what, saya nggak ikutan wisuda SMA lho gara-gara ini. Waktu itu teman-teman dekat saya nggak lulus UAN. Terus gue sama siapa kalo ga ada mereka? Gabung sama anak-anak geng? Mending ga usah ikut aja deh. Saya nggak bisa ngebayangin gimana jadinya kalau saya ikutan wisuda, trus duduk sendirian tanpa teman, sementara yang lain heboh foto-foto dan ketawa-ketiwi bersama geng mereka. Well, I don't want to be part of them.

Segitunya ya? Biarin. Rasanya sakit banget loh. Sampai sekarang pun saya masih takut kalo ketemu anak-anak geng itu. Perasaan tersakiti itu masih ada. Bahkan nulis ini pun rasanya masih pengen nangis.

The bullying was getting out of control, but at the same time, I was more like I didn't care. because.. I listened to me, and looked back to what I've been through. Then I said to myself, I'm strong enough. I found things I like to do.. and all the harsh moments became nothing. And suddenly, I felt glad. I'm GLAD that I was bullied, and never changed for what I stood for.

Setelah kelulusan, jauh dari mereka, saya berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Saya lebih terbuka. Saya berani tampil beda. Saya berani menjadi diri saya sendiri. Saya lebih talkative. Saya berani menghadapi banyak orang. Saya tidak lagi diam di pojokan. Saya tidak lagi takut dengan tanggapan orang. I am me, so what?

Proses itu memang membutuhkan waktu yang lama. Bukan sehari atau dua hari. Saya sudah ditempa dengan besi yang paling panas. Saya sudah jatuh, tersungkur, terpuruk, perlahan-lahan merangkak, sampai akhirnya saya mampu berdiri dengan kedua kaki saya sendiri. Saya pernah berada di kondisi terburuk. Saya pernah jatuh. Saya pernah menangis. Saya pernah sendirian.

"I'm strong, because I've been weak. I'm fearless, because I've been afraid. I'm wise, because I've been foolish." - Unknown

Terima kasih Tuhan, saya ditempa menjadi pribadi yang lebih kuat.
Dan untuk tidak melakukan hal yang sama pada orang lain.

“Scar tissue is stronger than regular tissue. Realize the strength, move on.” - Henry Rollins








Stop bullying!! Every human life is worth the same, and worth saving. Shine bright like a diamond. Find light in the beautiful sea. Choose to be happy.

(I did. How about you?)


P.S.: Setelah sekian tahun, saya baru berani menuliskannya sekarang.

02 December 2012

Welcoming December


Hello December.. Natal tinggal 23 hari lagi. Bisnis jalan lagi. Tugas-tugas mulai dikerjain lagi. (Proposal) Skripsi harus kelar bulan ini!

And.. hello, you :)

24 November 2012

“A Petai A Day Keeps The Doctor Away”


Pohon pete saya berbuah banyak banget. Serius. Ceritanya Sabtu siang saya barusan pulang dari Rumah Ibu Professor Khalida Noor, barusan masuk rumah, dan tiba-tiba Pakde Gito, tetangga sebelah, dateng sambil bawa seplastik penuh buah atau sayuran ini. Katanya buah pete itu diambil dari kebon saya. Udah banyak banget katanya. Dan yang dikasihin ke rumah itu udah dibagi-bagi juga ke tetangga. Oh damn.

Satu hal lagi, hari ini (dan kemungkinan sampai besok malam) saya bakalan sendirian di rumah. Seperti biasanya, kalau weekend gini pasti semuanya ke rumah Eyang di Ngadisuryan. Lalu harus diapakan pete-pete ini? Nggak mungkin saya menghabiskannya sendirian (berdua sama Louie), secara saya bukan penggemar pete.

Menurut sumber ini, ternyata ada banyak banget manfaat pete. Meskipun efek sampingnya adalah bau yang nggak enak, pete ini berkhasiat untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Terlebih untuk saya yang anemia. Pete yang memiliki kandungan kalium tinggi juga bisa membantu menaikkan konsentrasi belajar dan membantu kita untuk semakin waspada. Besok pas ujian pendadaran boleh deh ya ngemil pete hahahaha. Eh bisa buat diet juga wuahahahaha. Kira-kira kalo pete panenan seplastik ini dihabisin bisa langsung kurus nggak yaaaa? *ngarep*

Emak saya yang adalah penggemar berat pete, langsung menyuruh saya untuk googling resep olahan pete. Rupanya pete bakar dan sambel goreng pete belum cukup memuaskan hasrat perpetean beliau. Ternyata ada juga makanan aneh yang bahan dasarnya pete, such as:

telur dadar pete

jus pete

soto petai cina

Ckckckck makanan yang benar-benar asing di lidah bahkan di kuping saya. Baru pertama kali ini tahu ada makanan kayak gitu. Yang jelas saya nggak bakalan makan hahahaha. "A petai a day keeps the doctor away". Mari hidup sehat dengan makan pete sekali sehari! #eh