Showing posts with label pengalaman. Show all posts
Showing posts with label pengalaman. Show all posts

18 December 2012

Someday I'll Be Big Enough So You Can't Hit Me. And All You're Ever Gonna Be Is Mean - Taylor Swift





“Crowds were never wise. They were never even reasonable. Collective judgements were doomed to be extreme. In the popular imagination, groups tend to make people either dumb or crazy, or both” Charles Mackay.

Bullying bisa terjadi pada siapa saja, tak terkecuali anak SD. Hal ini terjadi pada adik saya, Lucy, yang minggu kemarin ketahuan ter-bully oleh teman-teman sekelasnya sendiri. Kejadian ini memang sudah lama terjadi, lebih dari sebulan, dan baru terkuak sekarang. Dia memang sering nggak masuk sekolah. Alasannya banyak banget, mulai dari pusing, sakit perut, dan sakit-sakit lainnya yang membuatnya (terpaksa) tinggal di rumah. Dalam kurun waktu seminggu, pasti ada nggak masuknya barang satu atau dua kali. Awalnya sih sekeluarga menganggap itu hal yang biasa. Sakit itu wajar kan? Apalagi sedang musim hujan dan dia memang sering bandel (read: hujan-hujanan). Tapi kok rutin ya? Kok tiap minggu?

Bapak saya, saking khawatirnya gara-gara takut sakit macem-macem, akhirnya memeriksakan Lucy ke dokter. Keluhan itu ternyata memang benar, dia alergi beberapa bahan makanan. Tapi tetap, kebiasaan ‘membolos’ itu tidak pernah hilang. Sampai akhirnya ibu saya menemukan secarik kertas di saku seragamnya, berisi tulisan bernada ancaman dan makian yang memojokkan adik saya. 


Tidak tinggal diam, ibu lantas mencoba mengorek masalah yang menimpa adik saya. Benar saja, dia adalah korban bullying dari teman-teman sekelasnya, teman-teman yang dianggap adik saya sebagai sahabat. Masalahnya cuma sepele. Mereka titip bolpen dengan merk tertentu pada adik saya, tapi tidak memberikan uang. Lalu setiap hari adik saya dibully, disudutkan dan dimaki-maki, sampai diancam jika tidak segera memberikan bolpen. Dan kejadian itu berlangsung selama lebih dari sebulan.

Jahat ya? 

Para korban bullying selalu bungkam. Tidak berani bercerita pada siapapun. Jangankan pada guru, pada orangtua pun mereka bungkam. Kasus-kasus seperti ini jarang sekali terungkap. Bagi mereka yang mampu survive, they will get better. Bagi yang tidak? Kasihan, mereka bisa terganggu kondisi mentalnya. Seumur hidup.

Masa?

"The bully is never clever enough to understand the evil he does." - T. Morgan

Para pelaku bullying nggak pernah sadar bahwa apa yang mereka lakukan bisa berdampak banyak bagi korban mereka. Mereka pikir itu hal sepele. Mereka pikir itu hal biasa. Mereka pikir itu keren. "Gue keren kalo gue bisa 'naklukin' mereka yang lemah. Mereka takut sama gue. Gue yang berkuasa. Gue yang punya pengaruh". Semakin mereka merasa kuat, semakin banyak tindakan kekerasan yang mereka lakukan. Dan semakin depresi-lah korban-korban mereka. Hal-hal seperti ini bisa menjadi pemicu bunuh diri lho.

Saudara saya ada yang bunuh diri akibat bullying. Dan saudara saya yang lain mengalami gangguan mental akibat hal serupa yang terjadi padanya sewaktu SMA. They have permanent marker. They have scars.

*jadi mau nangis kalo nulis ini*

Lalu, saya? 

Sama. Saya juga pernah terbully. Dan itu sangat menyakitkan. Waktu kelas 3 SMA saya pernah bermasalah dengan seorang teman. Sepele lho masalahnya. Waktu itu ada tugas kelompok, harus wawancara sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa. Dan saya meminta teman saya itu untuk menghubungi CP. Entahlah, mungkin bahasa saya yang dia anggap kurang menyenangkan. Yang jelas, besok paginya, dia sudah cerita ke teman-teman yang lain kalau saya memarahi dia bla bla bla bla. Bajigur. Dia nangis-nangis di kelas, memposisikan diri seakan-akan saya yang menjahati dia. Berhubung dia anak geng dan gengnya itu sekelas, yaa otomatis mereka langsung memusuhi saya. Teman-teman yang tadinya baik, tiba-tiba langsung berubah seratus delapan puluh derajat. Padahal mereka adalah teman-teman dekat saya waktu kelas 2. Mereka bilang "Kamu jahat banget sih Cha. Ga punya perasaan". Lalu "Ternyata kamu kayak gitu ya, padahal aku udah ngedukung kamu". "Tega banget kamu sampai kaya gitu". "Tuh yang bikin X sampai nangis. Jahat banget kan, ga punya hati". Tatapan-tatapan berubah jadi sinis dan memaki. 

Kampret. Kamu nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kamu nggak tahu apa-apa....

Sejak saat itu saya jadi males sekolah. Dalam seminggu, pasti ada hari dimana saya nggak masuk sekolah. Serius. Padahal kelas 3. Padahal udah mau ujian. Saya yang tadinya talkative dan aktif di kegiatan ini itu, mendadak berubah jadi pendiem. Waktu istirahat, saya memilih duduk di pojokan. Tempat duduk saya karena saya tidak mungkin duduk di deretan bangku anak-anak geng. I started being a loner, baca buku or do something that can make me busy. Masih untung saya punya teman-teman yang bisa saya ajak bicara. Mereka sih bukan anak-anak populer, tapi setidaknya saya masih punya teman. Masih untung juga anak-anak kelas lain nggak ikutan ngebully, jadi paling engga saya punya teman di sekolah. Meskipun rasanya benar-benar menyakitkan diperlakukan seperti itu.

Words scar. Rumors destroy. Bullies kill.

Guess what, saya nggak ikutan wisuda SMA lho gara-gara ini. Waktu itu teman-teman dekat saya nggak lulus UAN. Terus gue sama siapa kalo ga ada mereka? Gabung sama anak-anak geng? Mending ga usah ikut aja deh. Saya nggak bisa ngebayangin gimana jadinya kalau saya ikutan wisuda, trus duduk sendirian tanpa teman, sementara yang lain heboh foto-foto dan ketawa-ketiwi bersama geng mereka. Well, I don't want to be part of them.

Segitunya ya? Biarin. Rasanya sakit banget loh. Sampai sekarang pun saya masih takut kalo ketemu anak-anak geng itu. Perasaan tersakiti itu masih ada. Bahkan nulis ini pun rasanya masih pengen nangis.

The bullying was getting out of control, but at the same time, I was more like I didn't care. because.. I listened to me, and looked back to what I've been through. Then I said to myself, I'm strong enough. I found things I like to do.. and all the harsh moments became nothing. And suddenly, I felt glad. I'm GLAD that I was bullied, and never changed for what I stood for.

Setelah kelulusan, jauh dari mereka, saya berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Saya lebih terbuka. Saya berani tampil beda. Saya berani menjadi diri saya sendiri. Saya lebih talkative. Saya berani menghadapi banyak orang. Saya tidak lagi diam di pojokan. Saya tidak lagi takut dengan tanggapan orang. I am me, so what?

Proses itu memang membutuhkan waktu yang lama. Bukan sehari atau dua hari. Saya sudah ditempa dengan besi yang paling panas. Saya sudah jatuh, tersungkur, terpuruk, perlahan-lahan merangkak, sampai akhirnya saya mampu berdiri dengan kedua kaki saya sendiri. Saya pernah berada di kondisi terburuk. Saya pernah jatuh. Saya pernah menangis. Saya pernah sendirian.

"I'm strong, because I've been weak. I'm fearless, because I've been afraid. I'm wise, because I've been foolish." - Unknown

Terima kasih Tuhan, saya ditempa menjadi pribadi yang lebih kuat.
Dan untuk tidak melakukan hal yang sama pada orang lain.

“Scar tissue is stronger than regular tissue. Realize the strength, move on.” - Henry Rollins








Stop bullying!! Every human life is worth the same, and worth saving. Shine bright like a diamond. Find light in the beautiful sea. Choose to be happy.

(I did. How about you?)


P.S.: Setelah sekian tahun, saya baru berani menuliskannya sekarang.

26 July 2012

Tragic Tuesday


Kadang-kadang kita nggak pernah nyangka ya, apa yang terjadi pada kita itu peringatan untuk orang lain atau untuk diri kita sendiri. This is note to myself, dengan cerita yang saya alami kemaren.

Sebenernya mengendarai motor sudah bukan hal yang asing buat saya, karena setiap hari saya selalu keluar menggunakan motor kesayangan saya, Si Merah. Saya baru dikasih motor pribadi ketika saya ulang tahun ke 17. Bokap-nyokap saya memutuskan saya sudah cukup dewasa untuk mengendarai motor sendiri. Sebenernya alasannya karena mereka sibuk dan kerepotan kalau harus mengantar-jemput saya dan adik-adik saya kemana-mana, terlebih saya yang rempong harus mampir kesana-kesini.

Basicaly, mengendarai motor itu gampang. Memacu kecepatan itu sangat gampang. Yang susah adalah bagaimana mengendalikan dan mengurangi kecepatan. Dan hal itulah yang berulang kali nyokap teriakkan di telinga saya. Saya mendengar tapi saya bukan pelaksana yang baik. How come? Ya, begitulah, kadang kita sulit membedakan mana yang disebut mendengar dengan jelas dan mana yang disebut mengerti dengan jelas. Dan ternyata saya memang baru sampai pada tahap mendengar dengan jelas, belum sampai pada tahap melaksanakan. Hal ini terbukti dan berkali-kali saya kecelakaan karena alasan yang lucu dan menggemaskan, such as:
* jatuh di depan rumah gara-gara standart belom dinaikin (It happened two times)
* nabrak pohon tetehan tetangga gara-gara ngeliat ada anjing lucu lagi jalan-jalan
* nubruk ayam tetangga padahal cuma bawa motor dengan kecepatan 10km per jam (HOW COME!!)

Itu baru beberapa kejadian konyol dari sekian banyak kejadian yang ada. Bisa dibilang all side motor saya sudah pernah merasakan baretan dan tabrakan.

Yang paling parah adalah yang terjadi 2 hari lalu. Ceritanya saya turun ke Jogja dari lokasi KKN (di Putat, Gunung Kidul). Kalo perjalanan jauh gitu biasanya perlengkapan saya lengkap, mulai dari masker, kaos kaki, jaket, dan tak lupa headset. Ini kebiasaan buruk saya yang sudah berulang kali diingatkan nyokap. "Jangan dengerin musik kalo lagi di jalan. Bahaya". Dan sekali lagi, peringatan itu cuma masuk telinga kiri keluar telinga kanan.

Perjalanan saya dari jalan wonosari yang berliku berjalan mulus. Sampai akhirnya saya tiba di barat Pasar Piyungan. Depan saya ada mobil pick up yang nabrak motor. Otomatis saya langsung ngerem kan. Tapi motor belakang saya rupanya nggak berhati-hati. Akhirnya saya tertabrak dari belakang, kedorong, dan buukk jatoh deh. Motor rusak di bagian depan dan belakang. Tapi untunglah saya nggak kenapa-kenapa. Cuma memar dan tangan kiri terkilir.

Kalau saja mobil pick up di depan saya nggak nabrak motor depan, mungkin saya nggak bakalaan ngerem mendadak, dan motor belakang saya nggak bakalan nabrak, dan saya nggak bakalan jatuh. Tapi kalo ngga gitu, saya ngga bakal sadar untuk tidak mendengarkan musik di jalan dan lebih berhati-hati lagi. Emang sebenernya Tuhan udah ngasih peringatan, cuma saya aja yang nggak mendengarkan dan nggak  mau melaksanakan. Pelajaran untuk saya, supaya nggak cuma mendengarkan tapi juga melaksanakan nasehat orang tua. Dan yang paling penting adalah, berhati-hatilah di jalan. Kecerobohan kita bisa bikin celaka, nggak cuma diri kita sendiri, tapi juga orang lain :)


23 March 2012

Bahagia Bisa Berbahagia

(BERIKUT pengakuan Pak Mena, penjaga mercusuar di pantai terpencil. Sampai hari ini, masih bekerja di tempat tersebut. Kadang batuk-batuk, dan keluhannya susah tidur).

"Saya ini hanya orang kecil. Tidak pintar bicara. Hidupnya pas-pasan. Tinggalnya saja di tempat terpencil. Semua saudara saya mengembara dan tinggal di kota. Saya seumur-umur disini. Menjadi penjaga mercusuar. Ada tenaga lain. Tapi baru setahun dua sudah tak tahan. Ganti berganti teman. Saya tetap menjaga. Begitu terus.

Saya ini orang kecil, tak punya arti apa-apa. Kalau saya mati pun tak ada yang kehilangan. Kalau saya sakit tak ada yang ikut sedih. Saya jarang ngomong, sama siapa? Teman dekat hanya ombak laut, burung, dan ikan di dalam laut. Bau tubuh saya sudah asin.

Pernah suatu kali di atas menara, malam-malam, saya berniat terjun. Toh hidup ini sudah tak ada artinya. Pikiran lagi buntu. Kalau saya hilang, belum tentu ketahuan, sebulan kemudian ditemukan mayatnya. Ketika mau loncat saya dengar ada suara orang nembang, bersenandung. Luar biasa, karena selama bertugas baru sekali ini ada suara tembang. Kalau hantu, mana bisa menembang lagu dengan begitu bagus. Saya turun dan mencari arah suara.

Di pantai tengah malam saya melihat seorang lelaki, tua, jalan. Kadang ke air, kadang ke tepi. Jalannya terseok-seok. Baru setelah dekat terlihat, lelaki tua itu memakai penutup mata. Pantas jalannya oleng. Saya tarik ke tepian agar tak terseret ombak.

"Apa yang Bapak cari?"
"Saya mencari jalan."
"Mau kemana? Dari mana? Apa yang Bapak lakukan? Kenapa mata Bapak ditutup? Bapak sakit?" Banyak sekali pertanyaan saya. Senang rasanya bertemu orang lain.

Lelaki tua itu membuka penutup matanya. Memberikan ke saya, agar saya menutup mata.

"Cobalah jalan kembali ke menara."
"Kenapa?"
"Coba saja."

Daerah pantai saya hapal. Juga jalan kembali ke menara. Tapi toh beberapa kali menginjak karang sehingga terjatuh. Alangkah bodohnya saya mengikuti perintahnnya. Sampai di dekat tangga, saya sudah tak mampu. Saya buka penutup mata.

"Siapa Bapak? Apa maksud Bapak sebenarnya?"

Lelaki tua itu tersenyum, menepuk pundak saya. "Siapa nama saya tidak penting untuk diingat. Bagi banyak orang, saya senang jika menjadi paman bagi mereka. 
Kamu sudah mencoba jalan dalam gelap? Walau kamu hapal jalanan, masih saja nubruk sana-sini. Saya mencoba juga, dan tak mampu. Kita yang dalam kegelapan itu adalah sampan, perahu, rakit yang melewati laut. Tanpa lampu sorot dari mercusuar, mereka akan berada dalam kegelapan. Tak tahu arah. Kamulah yang memberi arah. Apa yang kamu lakukan sangat bermakna bagi orang lain. Yang setiap malam melalui laut."
"Bagaimana Bapak bisa tahu kerisauan saya?"
"Saya juga merasa pekerjaan saya sia-sia. Tapi kalau yang saya lakukan bisa membahagiakan orang lain, saya akan merasa bahagia. Saya tidak merasa sia-sia."

Lelaki tua itu tinggal cukup lama. Lelaki tua itu mengembalikan harga diri saya. Saya tak perlu bunuh diri. Walaupun kecil dan tak berarti, saya dibutuhkan orang lain.

Baru kemudian saya tahu lelaki tua itu disebut Mandoblang. Atau Paman Doblang. Mandoblang memanglah seorang paman yang baik bagi para ponakan. Tak mungkin kedatangannya ke menara secara kebetulan. Mandoblang khusus mendatangi.

Dialah paman dalam arti sesungguhnya."



(Cerita: Arswendo Atmowiloto, Majalah INA No.32/TH.I/Minggu ke-2)

04 March 2012

This Relationship (Status)

Buat sebagian besar orang, bagaimana mereka beraktifitas di sosial media - Facebook ataupun Twitter - seringkali (atau memang iya) digambarkan sebagai representasi diri mereka sendiri di dunia nyata. Err, singkatnya gini. Bagi sebagian besar orang, apa yang terjadi dan apa yang muncul di dunia maya, itulah yang terjadi juga pada mereka di dunia nyata. Hal ini bisa dilihat dari foto-foto yang mereka upload ke facebook, update'an status mereka di facebook ataupun twitter, daaaan *ini yang paling penting* a change in relationship status announces their availability, commitment or something in between.

Status hubungan yang dituliskan di facebook jelas ngegambarin status hubungan seseorang dengan orang lain, apakah itu berpacaran (in a relationship), lajang (single), atau rumit (it's complicated). Nggak cuma itu, status ini juga sering diwarnai dengan hal-hal yang bikin orang tertarik untuk mengepo. Kenapa? Karena segala hal yang berhubungan dengan cinta-cintaan selalu menarik untuk diikuti.

Dari sebuah status, kita bisa tahu kalau orang ini lagi jatuh cinta atau bahagia atau berbunga-bunga. Misalnya kayak status teman saya yang ini:

Status yang amat bahagia. Semoga langgeng yaaa A-B :D

Dan ini status adik sepupu saya yang masih SD .____.


Tetapi relationship nggak selalu mulus kan? Ada juga yang kayak gini:




Status-status galau cinta-cintaan yang tanpa sengaja saya temukan di facebook :p. 
Maaf ya, tidak bermaksud loooh

Seperti efek domino, dalam waktu 1 x 24 jam seluruh orang di facebook akan tahu tentang hubungan kita dan mulai bertanya-tanya, hingga akhirnya mengendus-endus asal mula perkara seperti anjing pelacak. Mungkin inilah salah satu faktor yang membuat facebook menjadi menarik. Secara nggak langsung, kita menjadi saksi maya dari perjalanan cinta seseorang, mulai dari pdkt - jadian - seneng-seneng - berantem - putus - ketemu orang baru. Siklusnya selalu sama dan berulang. Dan selalu menarik untuk diikuti. Ya kan?

Drama-drama dunia maya ini semakin seru kalau misalnya kisah percintaan mereka diwarnai dengan orang ketiga. Atau salah satu pasangan mulai tak peduli dan yang lain merasa tersakiti. Bakal ada sinetron-sinetron di timeline yang penuh umpatan, makian, cacian, ejekan. Yang tadinya merayu memanja seperti 'Kau adalah matahari yang menerangi hidupku' tiba-tiba saja berubah menjadi 'Kamu tak punya hati!' People change, things go wrong, shit happens, and it's so funny to see that kind of mello-dramatic thing.

Menarik banget kan? Jujur saya juga suka tertarik dengan status teman-teman yang vulgar macam begitu. Saya sering tanpa sengaja membaca status mereka dan tahu 'Oh hubungan mereka lagi renggang' atau 'Si ini habis jadian dengan si itu'. Saya dipaksa untuk menjadi kepo karena status-status atau updatean yang mereka share di timeline. 

Saya pun pernah mengalami masa-masa itu lho. Masa dimana segala sesuatu yang terjadi dalam hidup saya ingin saya share-kan dengan orang lain, tak terkecuali urusan percintaan. Sampai-sampai semua orang tahu saya lagi naksir siapa, lagi diPDKTin siapa, lagi dimana ngapain sama siapa, siapa pacar saya dan bagaimana hubungan saya, prahara-prahara yang terjadi dan bagaimana akhirnya. Mendadak berita tentang saya tersebar dengan sangat luas dan sangat cepat.

Bergantinya status seseorang dari 'single' menjadi 'in a relationship', atau dari 'in a relationship' menjadi 'it's complicated' atau 'single' bukannya tanpa alasan. Jelas mereka nggak mungkin mempertahankan status itu hanya untuk menghindari gosip kan? Perubahan itu jelas membuat gempar, karena terpublish dan terhighlight sehingga semua orang tahu. 

Efek positifnya adalah saya menjadi lebih ekspresif. Berasa nggak punya beban gitu karena sudah tersalurkan lewat updatean lima menit sekali. LOL. Tapi yang jelas ini juga ngeselin banget karena orang-orang mulai bertanya-tanya 'ada apa'. Setiap mereka ketemu saya, mereka selalu nanya 'Kamu kenapa sama si A? Habis berantem?' atau 'Udah baikan belom sama pacar?' atau 'Gimana kelanjutannya kamu sama si ini?' dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang menyentuh ranah pribadi. Bagaikan wartawan infotainment, mereka nggak bakalan berhenti nanya sebelum mendapatkan jawaban yang sejelas-jelasnya. Kinda annoying lho kalau sudah kayak gini.

Hmmm....

Ribet ya. Pada dasarnya memang manusia itu selalu pengen tahu. Dan nggak bisa disalahin juga kalau mereka (yang tadinya tidak mau tahu) jadi (terpaksa) mau tahu. Salah kita sendiri juga. 


Terus gimana cara ngeredamnya? Tutup mulut. Don't speak a word. Biarin aja mereka bertanya-tanya dan mereka-reka. Biarkan saja mereka bergulat dengan pikiran mereka. Saya sudah belajar dari pengalaman bahwa ada hal-hal pribadi yang seharusnya tidak diumbar di sosial media. Kita harus bisa memilah, mana yang oke buat dishare dan mana yang enggak. 

Sebenernya status dipublish atau ditampilkan di facebook itu positif lho. Kita bisa menahan keinginan orang-orang yang mencoba PDKT, karena disitu jelas tertera bahwa kita sudah menjadi milik seseorang. Tapi kita harus siap-siap untuk di-kepo-in juga, apalagi ketika publik mulai mencium sesuatu yang nggak beres dari hubungan percintaan kita.

Lalu... Bagaimana status hubungan saya sekarang? 
Ah.. biarlah kami berdua saja yang tahu :p.

03 March 2012

Tragedi Kelas Pagi Part II

Rupanya saya masih juga belum belajar dari pengalaman kemaren. Kamis pagi, awal bulan Maret, saya masih juga semangat kuliah Masyarakat Indonesia: Struktur dan Perubahan. Kebetulan minggu kemaren matkul ini kosong jadi saya pikir kuliah ini bakalan lama dan penuh dengan catetan.

Ritual kelas pagi selalu sama: dibangunkan oleh alarm, ngetweet, mandi, dan sarapan roti sambil nonton acara gosip. Kebetulan kuliah hari ini dimulai jam 9.30 jadi bisa nyantai-nyantai dikit.

Jam 9.15 saya berangkat dari rumah. Santai-santai sambil dengerin mp3, nyanyi-nyanyi di jalan. Tanpa disadari jam sudah menunjuk pukul 9.35. Telat men!! Langsung tancap gas ke kampus dan buru-buru naik ke ruang 4 (di jadwal yang saya salin dari catetan Ana Martiana, tertulis ruang 4). Dosennya udah masuk. Dari luar udah keliatan screen sudah penuh tulisan bahan kuliah. Oh well..

Saya mengetok pintu dan membukanya.
Dosen: "Langsung masuk aja mbak. Duduk di depan ya."

Saya nurut aja. Dan mulai menyalin slide. Dalam hati saya mikir, ini dosennya siapa ya? Kok gak pernah liat.

Bisnis merupakan kegiatan sosial yang terstruktur. Dari sudut pandang ekonomi, bisnis dilihat sebagai suatu komoditi dimana harga diukur dengan tidak mengkombinasikan nilai kerja. Faktor produksi dikombinasikan sedemikian rupa sehingga nilai jualnya naik..

EH?
KOK BISNIS?

Saya mulai curiga. Apakah kuliah Masyarakat Indonesia memang membahas bisnis?
Si dosen rupanya melihat kegelisahan saya, dan berkata "Ada yang ingin bertanya?"
Saya memutuskan untuk diam saja dan melanjutkan catatan.

Bisnis juga memiliki kaitan erat dengan moralitas. Selama ini para pelaku bisnis jarang sekali yang memperhatikan keselamatan kerja, kesehatan pegawai, dan hubungan dengan masyarakat.

Ini benar-benar mencurigakan. Ada yang nggak beres nih. Saya ngrasa nggak ada yang salah dengan diri saya. Baju oke-oke aja. Saya juga nggak ngelakuin kesalahan. Dosen kayanya beres-beres juga. Apa yang salah ya?

Saya nengok ke belakang. Celingak-celinguk cari temen-temen saya. Dan ternyata mereka nggak ada. Nggak ada satupun wajah yang saya kenal. Isinya anak-anak jurusan lain. Dan kayaknya angkatan tua semua. Mampus. Salah kelas ni gue! 

Pantesan aja kok rasanya aneh masuk kelas ini. Pantesan juga kuliahnya bahas bisnis, bukannya masyarakat Indonesia. Ngakak sendiri kalo inget cerita ini. Besok diulangi lagi ya nduk. Hahahahaha #toyordirisendiri.


28 February 2012

Tragedi Kelas Pagi

Saya lagi rajin masuk kuliah. Nggak tau kesambet setan apa, atau kesantet siapa, pokoknya sekarang saya rajin banget masuk kuliah. Catetan juga lengkap dan rapi layaknya jaman SD dulu. Saya juga bisa bangun pagi sekarang *Ini rekor, susah banget loh tidur pagi dan bangun pagi juga di hari yang sama hahahaha*

Tapi kerajinan saya ini ternyata berbuah tragedi. Selasa kemaren, saya sudah bangun jam 6 pagi (Ini rekor juga karena saya baru bisa merem jam 2), sudah mandi, dan jam 7 pagi sudah bersiap kuliah dengan kondisi yang belom sarapan. Hiks.

Ritual kuliah selalu diwarnai dengan cewawakan, ketawa-ketiwi, ngobrol ngalor-ngidul, nggarapi Khalida, pokoknya doing something to cheer up the day. Lalu tanpa disadari, absen pun tiba di tangan. Dan nama saya nggak tercantum disana! APA-APAAN INI?! BISA-BISANYA NAMA SAYA NGGAK ADA DI ABSENSI!!! (Ngomongnya gaya Leli Sagita. Mata melotot, pupil membesar, bulu mata kedip-kedip, hidung kembang kempis. *loh kok malah kaya babi sih #eh)

Pokoknya saya kaget banget waktu nama saya nggak ada di absen. Rasanya nggak percaya. Itu kertas absen saya bolak-balik, saya teliti satu per satu. Huruf demi huruf. Baris demi baris. Tapi tetep nggak ada nama saya terpampang disana. Ya Tuhan, apa salah dan dosaku? Mengapa kau campakkan aku dari kertas absen ini? Rasanya tuh kayak dikasihtau kalo kamu gak lulus ujian, padahal yakin bisa ngerjain. Yaoloooh *lagu Betharia Sonata mengalun.. Pulangkan sajaaaaaaa*

Ibu Leli Sagita yang selalu bikin pengen nimpuk tiap kali nonton sinetron Tersanjung 6

Kembali ke masalah absen.

Saya langsung sakit hati pada saat itu juga. Tega-teganya! Bisa-bisanya! Kok bisaaa?!! Sungguh terlalu.
Rasanya ingin menggebrak meja pada saat itu juga dan keluar kelas. Tapi apalah daya. Saya tak berdaya. Saya tak kuasa berbuat apa-apa. *sroootttt*

Saking desperatenya, saya cuma bisa bilang "Ah luweh. Ntar habis kuliah ke akademik."
*absennya tergeletak d kursi sebelah*

Setelah satu jam perkuliahan, tanpa sengaja saya lihat di jadwal kuliah saya yang ditulis di bekas nota. Saya baru sadar kalau saya nggak ngambil mata kuliah ini. Pantesan namaku gak ada. Bodoh!!

Jadwal kuliah yang bikin kacau !!!